Saya Ingin mengajukan pertanyaan
ini kepada semua orang yang baca tulisan saya. Apa yang kalian lakukan jika
berada di Rumah sakit dari Jam 7 pagi sampai Jam 5 sore? Hayooo.. jawabnya apa?
Saya sudah bisa membayangkan jawaban-jawaban kalian. Pasti ada yang menjawab, “jenguk teman atau saudara yang sedang sakit,
berangkat dari pagi kena macet lalu jam besuknya jam 12, abis besuk sekalian
aja makan siang di kantin rumah sakit, gak kerasa tau tau sudah sore”.
Hehe.. atau kalaupun ada beberapa teman yang memang harus pergi ke dokter
karena sakit, tapi dokternya prakteknya di RS Pemerintah yang pasiennya
bejibun. Macam antri sembakow deh.. selain antri dokternya juga antri obatnya
yang lama diraciknya.
Dilematik memang saat saat kita
sedang sakit, ke rumah sakit bukannya sehat, tapi malah tambah sakit. Namun
jika teman teman mendengar cerita teman teman yang hidup dengan HIV, yang satu
bulan sekali (bahkan lebih) meluangkan waktunya untuk pergi ke RS karena memang
harus. Karena harus setiap bulan ambil obat Antiretroviral (ARV), juga
konsultasi ke dokter tentang perkembangan kesehatan atau memang ingin sekalian
bertegur sapa dengan teman teman seperjuangan di rumah sakit tempat mereka
berobat. Bagaimana jika (bayangin ya) kalian ada di posisi teman –teman. Harus
sebulan sekali datang ke tempat yang paling anti kalian datangi, mencium bau
aroma RS yang kadang kadang bikin sakit kepala, tapi teman2 gak bisa mengelak
karena itu suatu keharusan.
Ada perasaan perasaan yang
kemudian tidak bisa lagi diungkapkan oleh teman teman ODHA, karena pada
akhirnya. Satu bulan sekali datang ke Rumah sakit adalah hal yang menyenangkan.
Karena kemudian rumah sakit menjadi rumah kedua, teman teman odha lainnya
menjadi keluarga dan kemudian seperti mendapatkan suntikan energi dan semangat
baru setiap kali masa waktu ambil obat tiba. Memulai kebiasaan ini memanglah
tidak mudah bagi teman teman yang baru terinfeksi HIV, biasanya mereka masih
dalam keadaan berkabung karena mungkin istri/suami/pasangan/anak mereka baru
meninggal karena AIDS, atau kemudian mereka juga masih berusaha menerima bahwa
kini mereka hidup dengan HIV.
Ahh, saya selalu tersenyum jika
mengingat masa masa itu. Lalu kemudian setelah 4 atau 5 tahun, beberapa orang
akan merasa ini seperti ritual berkunjung ke rumah orangtua. Bersilaturahmi
dengan dokter, petugas apotik atau petugas laboratorium yang rutin mengambil
darah kita untuk pemeriksaan darah rutin. Ada binar binar bahagia saat
mengingat masa masa dulu sakit, namun kemudian.. tidak terasa waktu berjalan
begitu cepat sehingga HIV kini menjadi bagian dari mahluk di dalam badan yang
perlu kita jaga agar tidak menganggu. Berdamai. Mengobati dan memelihara
kesehatan.
Terapi ARV yang kini sudah
terbukti dapat menekan jumlah pertumbuhan virus HIV dalam darah. Dapat membantu
perkembangan metabolisme tubuh, mengurangi jumlah infeksi. Lantas kemudian
orang dengan HIV juga bisa menikah meski pasangan mereka HIV negatif (OHIDA),
mereka bisa mengikuti program pencegahan HIV dari orangtua ke anak, dan
kemudian memiliki keturunan yang bebas HIV. Memang tidak pernah terfikir pada
saat diawal mengetahui status HIV. Namun betapa pentingnya dukungan dan
kerjasama keluarga serta kerabat dan masyarakat di sekeliling, agar kemudian
pemulihan kesehatan berjalan lancar.
Griya Husada RS Fatmawati; Monday,27/05/2013 – 12:47
Picture By Google.com
Salut Mak. Semangat terus yaa berbaginya .... :))
BalasHapusSemangat Mak patut ditiru oleh siapa pun. Banyak orang yang masalahnya sedikit saja sudah merasakannya sebagai masalah terberat sedunia, mereka tidak membayangkan harus mengonsumsi obat yang pilihan tempat membelinya tak banyak di sekitar kita ....
Selama ini saya wira-wiri di KEB tapi baru nyadar ada blog keren yang diasuh emak keren .... TFS ... sungguh ... saya benar2 suka dengan tulisan2 di sini, sangat memotivasi :')