Sewaktu aku masih berusia empat atau
lima tahun, aku sering menyaksikan pemandangan aneh di dalam kamar kakakku. Dia
dengan jarum suntiknya yang menancap di tangan, ya tentu saat itu sering
berfikir kakakku sedang sakit dan menyuntikan obat ke dalam tubuhnya. Aku
sempat berfikir dia pernah bersekolah di jurusan keperawatan, karena mampu
menggunakan jarum suntik dengan begitu lihai. Di lain kesempatan aku melihat
dia menghisap bubuk berwarna putih yang sudah dibariskan dengan rapih di atas
cermin. Yang paling frontal adalah, aku sering melihatnya membawa barang –
barang di rumah kami di saat mama dan papa sedang bekerja. Mulai dari televisi,
tabung gas dan barang berharga lainnya.
Tentu seperti yang sudah kusebutkan
aku tidak mampu memahami dan mencerna semuanya dalam waktu yang cepat. Tapi
satu hal yang kumengerti saat itu, kakakku adalah orang baik. Sehingga pada
saat aku selalu melihat hal baikpada dirinya meskipun semua mengatakan bahwa
dia “anak nakal”. Aku tidak pernah melihat dia dengan tato di sekujur tubuhnya
sebagai hal yang buruk. Sampai akhirnya, aku bertemu dengan Abet dan hal yang
sama kembali terjadi pada hidupku.
Aku jadi ingat pada satu kesempatan,
Kakakku pernah bertemu dengan Abet. Sepertinya itu satu – satunya pertemuan
mereka karena kakakku tinggal dan bekerja di Paiton, Surabaya. Saat itu Abet
sedang di rumah dan kakakku sedang pulang, mereka tidak sempat ngobrol panjang
lebar. Hanya saja aku sempat memperkenalkan mereka saat Abet hendak pulang dan
kakakku baru tiba.
“Mas, ini Abet.”
Dan tentunya dengan sopan, Abet
bersalaman dan memperkenalkan dirinya. Terlihat senyum sungging di ujung mulut
kakakku tersebut. Setelah Abet pergi meninggalkan rumah, kakakku tiba – tiba mengatakan
sesuatu yang menurutku cukup keras.
“Cari pacar kok yang ada kuburan di
tangannya sih dek?”
Dengan polosnya responku Cuma “apa
sih, ga ngerti” meskipun aku sangat paham sebagai sesame pecandu, kakakku dapat
mengidentifikasi memar bekas suntikan yang jelas terlihat di lengannya. Saat kejadian
itu berlangsung, sesungguhnya aku cukup khawatir akan pandangan kakakku
padanya. Karena kakak laki laki keduaku tidak banyak berkomentar soal Abet. Dan
sebelum aku meninggalkan kakakku yang sedang merokok di teras rumah dia sempat
berkata “Belajarlah dari kesalahan kesalahan yang gua buat dek, don’t hurt
yourself. Don’t hur mama papa”
Aku terdiam dan meninggalkannya menuju
kamarku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar