Pada kesempatan lainnya, setelah aku
duduk di bangku kelas tiga Abet semakin sering mengantar dan menjemputku ke
sekolah. Dia semakin posesif dan membuat aturan yang mengekangku. Aku harus
memberinya kabar setiap saat dan jika hal tersebut tidak kulakukan dia biasanya
akan marah. Entah aku sebut apa hubungan ini, Abet tidak pernah secara fisik
memukulku atau membentakku. Dia hanya seperti tidak ingin kehilanganku dan hal
itu pun sama kurasakan, aku juga tidak ingin lagi kehilangan dirinya seperti
saat tahun lalu dia memutuskan untuk pergi.
Kini, setiap sepulang sekolah saat
Abet rutin menjemputku dia sering memintaku menemaninya ke beberapa tempat yang
cukup aneh. Dan setiap kali aku bertanya hendak kemana kita, dia akan menjawab
dengan singkat ke rumah teman. Tapi aku tidak pernah bertemu dengan orang orang
yang disebutnya teman tersebut.
Biasanya aku tidak pernah sampai di sebuah
rumah atau tempat yang dituju, melainkan aku akan menunggu di pom bensin,
warnet atau warung terdekat. Kadang aku menunggu di mobil atau jika sedang
menggunakan motor aku memilih untuk duduk di warung. Biasanya, Abet selalu
berpesan jika ada apa apa dengannya dia memintaku untuk pergi dan
meninggalkannya. Pesan tersebut sulit aku pahami karena berkali kali dilakukannya
dan tidak pernah terjadi apapun.
Baca cerita sebelumnya di sini
Kali itu Abet mengajakku ke tempat
yang benar benar baru, lokasinya di pinggir rel kereta api. Beberapa kali dia
memintaku untuk menunggu di pom bensin dan mini market, tapi hari itu aku
meminta untuk ikut. Kami sempat bertengkar kecil. Dia memintaku untuk pulang
jika aku bersikukuh dan tidak mau mendengarkannya. Lalu aku mengalah, paling
tidak ijinkan aku ikut sampai ke ujung gang.
Bersambung.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar