Pada satu kesempatan saat aku sedang
berkunjung ke rumahnya, aku mendengar suara sang ibu yang sedang berteriak
marah kepada anaknya. Aku masih belum bisa mendapat maksud kemarahan sang ibu.
Dengan sopan dan berusaha tidak mau ikut campur, aku masuk ke dalam rumah
tersebut dan menyapa sang ibu.
“Tante..” lalu aku mencium tangannya.
“Bilangin ya Yu sama Abet, capek tante!
Habis semua lama lama barang – barang di rumah ini dijualnya semua sama dia! … ….
…” dan masih panjang lagi nasihat serta kemarahan yang diluapkannya padaku. Aku
hanya bisa mengangguk dan meninggalkannya dalam keadaan belum berhenti bicara.
Abet entah sedang apa dia diam saja di lantai dua tempat kamarnya berada.
Kamarnya seperti biasa berantakan, dia
masih tidur dibalik selimut. Punggungnya yang tidak dibalut pakaian terlihat
putih bersih. Aku melihat sekeliling dan masih mencari makna pertengkarannya
dengan sang ibu serta penyebab kemarahan tersebut. Lalu aku melihat tas kamera
miliknya, terbuka dan ada lembaran uang pecahan lima puluh ribuan dalam jumlah
yang banyak. Aku tidak tahu persisnya jumlah uang tersebut, tapi aku kemudian
menemukan benang merah dari persoalan ini. Perlahan aku duduk di sampingnya dan
mengelus rambutnya yang ikal sambil pelan pelan bicara.
Baca Cerita sebelumnya di sini
“Kamu jual kamera?”
Dia membalikan badannya dan malah
menarik tubuhku masuk ke dalam selimut. Menciumiku dengan mulutnya yang masih
berbau tidak sedap. Aku tidak menolak dan melawan. Aku selalu menikmati saat
berada dalam pelukannya. Sulit untuk tidak menerima rasa yang begitu hangat dan
penuh cinta itu. lalu samar samar aku mendengar dia menjawab
“Iya, aku jual.. maaf ya kamu jadi
denger bawelnya mama”
“No, I’m fine with that. Mama ku juga
begitu kan, bawel. Tapi kenapa dijual? Bukannya kamu suka dan hobi sekali motret?
Bukannya motret bisa mengalihkan diri kamu dari hal hal negative yang pernah
kita bicarakan panjang lebar tempo hari?”
“Ahhh bawel ahh sama kayak mama.. udah
pokoknya aku butuh uang…”
Abet tidak menjelaskan lebih lengkap
perihal kenapa dia menjual kamera canggih dan mahal tersebut. Begitupula dengan
alasan lenyapnya sepatu panjat, tenda, tas carrier dan beberapa peralatan
gunungnya.
Bersambung.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar