Kumpulan anak anak pecinta alamnya pun
masih setia membuka pintu untuknya kembali. Dari perjalanan panjang kami, aku
akhirnya mengetahui bahwa gunung menjadi tempatnya pergi dan memohon maaf pada
diri jika sedang kembali tersesat. Katanya, di gunung tidak ada narkoba jadi
kalau kecanduannya mulai datang meski sakit dia akan naik gunung bersama kawan
kawannya untuk kemudian menyembuhkan diri. Alam membantunya sembuh.
Ibunya memiliki usaha catering masakan
Padang yang dikelola bersama keluarga di rumahnya. Masakan ibunya sangat enak,
aku tidak pernah begitu menyukai masakan Padang sebelumnya. Sang ayah bekerja
sebagai staf kapal pesiar dan selalu bepergian, sejak kami bertemu pertama kali
aku belum pernah bertemu dengan sang ayah. Sampai saat hari itu datang. Ada
panggilan masuk untukku dari sebuah nomer yang tidak ku kenal.
“Halo!” suaranya ketus
“Apa benar ini dengan Ayu?”
“Halo, betul pak? Ini dengan siapa ya?”
“Saya Eriz, ayahnya Abet. Benar anak saya
pinjam uang sama kamu seratus ribu?”
“Hah, gimana pak? Bingung saya..”
“Iya kalau dia benar pinjam uang sama
kamu saya akan kasih ke anaknya untuk gantikan uang kamu. Dia suka bohong
soalnya.”
Baca cerita sebelumnya di sini
Entah apa yang merasukiku lantas aku
malah menjawab “Iya, Abet pinjam uang saya”
Aku hanya merasa perlu membuat
keadaanya tidak menjadi lebih rumit. Aku tau aku akan selalu bisa mengklarifikasi
padanya karena kali ini dia tidak akan kemana mana.
“Jadi ayahmu sudah pulang dari
berlayar?”
“Sebentar aja, mungkin dua minggu tapi
paling lama sebulan. Aku ga suka dia di rumah”
“Kenapa?”
“Ngatur”
“Ya kan dia bapak kamu”
“Iya tapi dia salah satu alasanku pake
narkoba. Dia selalu menghakimiku sebelum tau apa yang sedang ku lakukan atau ku
rasakan. Dia gak sadar kalau dia gak pernah ada sejak aku kecil. Waktu aku
lahir mama sendirian aja dengan Uni dan saudara saudaranya yang lain, dia masih
ada di tengah laut.”
“Iya kan dia sedang kerja untuk
kalian?”
“Aku baru benar benar bisa
mengenalinya saat usiaku tiga tahun. Aku memanggilnya om. Karena aku hanya
sesekali saja melihat dia. Mama dan papa terus memberiku uang dan barang barang
yang ku butuhkan. Mereka berharap bisa membahagiakanku dengan cara itu. Padahal
yang ku butuhkan adalah kehadiran mereka. Sedangkan mereka hanya sibuk dengan pekerjaannya
saja dan usaha milik keluarga”
“Lalu yang uang seratus ribu itu
bagaimana?”
“Aku sekarang sudah ga bisa minta uang
sama mama setiap papa datang. Dia akan curiga kalau aku pasti pakai buat beli putaw.
Jadi mama suka kasih uang sembunyi sembunyi”
“Seratus ribu kan banyak. Buat apa sih?”
“Buat aku sehari hari lah, beli bensin…
beli makan… telfon kamu… itu kan pake uang. Maaf aku harus bohong dan bawa bawa
kamu ke papa hanya supaya aku bisa dikasih uang mingguan”
“Gak apa apa. Tapi lain kali kasih tau
dulu jadi aku gak bingung”
Bersambung.
Gue ngikutin cerbung lu, Yu. Parah. Gua geregetan deh bacanya. Kalau gue kenal lu dari dulu, kayaknya gue udah mengerahkan seluruh "kelunarvirgoan" gue ke elu :))
BalasHapusHahahaha alhamdulilah geregetannn... gw aja nulisnya geregetan why dulu gw teh gini pisan wakakak
HapusSeharusnya kamu bercerita tentang seseorang lelaki polos yang menerima wanita dengan berbagai kekurangan wanita itu. Seorang lelaki yang tidak semanis abet tapi yang pasti ia lebih baik dan tentunya bersih.
BalasHapusthis is my true story. gimana dong? hahahaha. i cannot change it, bcs it happen already
Hapus