“Kenapa sih kok kayak gak bersemangat
gitu?” Tanya Opi suatu hari.
“Gak apa – apa kok” balasku singkat
saat dia menelfon.
“Kita baik baik aja kan?”
“Iya tenang aja.” Jawabku singkat yang
kemudian langsung mengalihkan pembicaraan.
Opi tidak tahu bahwa semenjak kejadian
di kolam renang, aku kembali berhubungan dengan Abet melalui SMS. Aku
memutuskan untuk bertemu dengannya setelah hari itu dan mendengar penjelasannya
kenapa dia menghilang dan siapa perempuan di ujung gang yang dulu sempat
mendatangiku bersamanya. Tapi aku tidak sanggup menyampaikan ini pada Opi
karena mungkin aku terlalu egois, itu saja.
Persis beberapa hari setelah pertemuan
tak terduga di kolam renang, Abet datang ke rumahku. Seperti biasa tanpa aba
aba dan pemberitahuan terlebih dulu. Dia masih ingat jadwalku berangkat sekolah
dan pulang sekolah. Dia selalu mengirim pesan di saat ku sengang atau ya dia
tau aku tidak mungkin tidak membalas pesannya.
Baca Cerita sebelumnya di sini
Mobil fiat birunya sudah terparkir di
ujung gang rumahku. Kali ini bukan mobil sedan putih milik perempuan bertato
cicak di kakinya. Langit sudah gelap dan azan maghrib masih terdengar
berkumandang dari masjid di ujung jalan. Aku yang kelelahan sepulang sekolah
seperti mendapat energy melihat benda tua berwarna biru itu. Ada seorang laki
laki yang kepalanya diletakan di setir bersandar pada kedua tangannya. Aku
menghampiri dan mengetuk kacanya.
“Udah dari jam berapa di sini?”
“Baru setengah jam lah. Tadinya mau
jemput ke sekolah. Tapi ketiduran sampai sore. Ya tunggu di sini aja deh”
“Oh”
“Ngobrol yuk. Tapi sambil jalan. Naik
sini!”
“Hmm, aku capek banget baru pulang.”
“Kan di mobil aja ga kemana mana. I
need to talk”
Seperti tersihir, aku patuh dan naik
ke mobil tanpa pendingin itu. Kubuka jendelanya sekuat tenaga dengan memutar
kenop yang agak tersendat. Setelah kurasa angin cukup untuk masuk ke dalam, aku
melempar tasku ke bangku belakang. Tidak ada seat belt, jadi aku meletakan
kedua tanganku di paha. Mesin mobil menyala dan kami meninggalkan ujung gang.
Abet tidak berubah dari terakhir kali kami bertemu persis di tempat yang sama.
Rambut ikalnya, matanya yang selalu terkesan menyipit di balik kaca mata
kotaknya, bibirnya selalu tampak memerah kontras dengan kulit di rahang pipinya
yang sungguh putih. Parfumnya aku masih ingat bau ini. Sialan, batinku dalam
hati kenapa aku jadi memperhatikan dia.
Kami lalu tiba di pinggir danau sebuah
komplek di Pamulang, gelap hanya ada lampu jalan yang sepertinya sudah bertahun
tahun tidak ditanggi bohlamnya. Dia mematikan mesin mobil dan menyalakan rokok
lalu menoleh kepadaku.
“Gimana sekolah?”
“Masih ada di situ belum pindah?”
“Yeeee….”
“Lho? Bener kan jawabannya?”
“Iya salah. Maksudnya gimana kamu di
sekolah?”
“Sekarang aku ketua OSIS.”
“Wah, keren! This is my girl!”
Cara dia berbicara padaku seperti
tidak ada apa. Seperti tidak pernah ada bulan bulan dia meninggalkanku,
sepertinya dia tidak ingat sama sekali terkahir kali kami bertemu dia
mengisyaratkan selamat tinggal. Gawat, sepertinya ada yang salah dengan isi
kepalanya atau ada yang salah dengan isi hatiku.
“Tadi katanya mau ngomong. Nanti aku
dibawelin mama karena pulang sekolah kemalaman”
“So, kamu tau kebiasaan ‘make’ku ya?”
Aku mengangguk.
“Waktu kita terakhir ketemu, aku sama
perempuan namanya Firni. Dia partner aku untuk make drugs. Kami ga ada apa apa,
tapi sepertinya dia menganggap kami ada hubungan. Aku butuh dia karena dia
punya stok yang cukup untuk aku selalu pakai drugs. Jadi aku ga perlu beli”
“Kenapa sih kamu harus pake drugs?”
“Sebentar dulu. Biar aku cerita dulu
oke?”
Aku terdiam mulai kesal karena dia
mengungkit kejadian yang lalu.
“Setiap aku mulai nyasar lagi dan gak
bisa control kebiasaan make aku, aku akan jadi orang yang berbeda. Dan di saat
itu aku merasa aku ga bisa ada di sekitar kamu karena aku akan membahayakan
kamu atau aku akan jadi pengaruh buruk buat kamu. Itu kenapa aku pergi dulu.”
Aku masih menunggunya melanjutkan
ceritanya.
“Setelah aku dan Firni ke rumah waktu
itu, aku berangkat ke Bali. Aku kerja di sana, siaran radio. Hidupku lebih
stabil, di Bali aku ga tau cari drugs dimana.. aku bisa maintain dan manage
kecanduanku. Aku harus pergi dulu Yu, aku ga bisa ngerusak kamu”
Lalu dia memegang tanganku, menatapku dalam.
“Now I’m back and I need you. Hanya
tiga yang bisa membuatku berhenti pake narkoba yu, Polisi, Tuhan dan Kamu”
Bersambung.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar