Kolam renang ini kebetulan memang baru
selesai dibangun tahun lalu. Letaknya sangat dekat dengan komplek perumahanku dan
karena tidak banyak kolam renang dengan desain yang bagus, maka kini masyarakat
sekitar menjadi tempat ini menjadi salah satu destinasi. Tapi dari semua kolam
renang yang ada di kota tempat kami tinggal, kenapa dia harus memilih kolam
yang sama. Memang sih kola mini sangat asri, ada banyak pohon kelapa dan
pondokan tempat konsumen duduk dibuat seperti sedang berada di pinggir pantai. Tempatnya
sangat asri dan membuat kita nyaman bahkan sekalipun kita tidak berenang hanya
duduk duduk saja.
Aku memutuskan untuk masuk ke dalam,
membayar di kasir… memesan segelas cokelat hangat dan mencari tempat yang
nyaman sebelum kolam renang ini penuh. Di area duduk sekeliling kolam aku sama
sekali tidak melihatnya ataupun kedua keponakannya. Duduk di mana mereka
tanyaku dalam hati? Apa aku sedang berhalusinasi? Lalu aku memilih duduk di
bagian atas sehingga bisa melihat keseluruhan area kolam renang.
“Maaaff yaaaaa.. lamaa hahaha..” Tiga
temanku datang ke kolam renang sambil cekikikan.
“Gak dimaafin. Kalian keterlaluan
ninggalin gue sendirian!” jawabku ketus.
“Ihh kenapa sih? Kan baru telat lima
belas menit aja udah ngambek.”
“Siapa suruh datang cepat cepat. Kan
lu tahu kalau kita emang suka ngaret!”
Aku yang masih cemberut seperti
dikendalikan oleh sesuatu yang tak terlihat langsung merubah mimic wajah saat
aku melihatnya keluar dari ruang ganti
pakaian bersama dua bocah laki laki kecil itu.
Baca Cerita sebelumnya di sini
“Astagaa, itu ternyata yang bikin elu
uring-uringan dari tadi?”
“Diem lu pada semuanya. Awas ya ada
yang komentar!”
“Eh ganti baju yuk, gw gerah nih
pengen renang!” lalu ketiga kawanku meletakan tas mereka dan meninggalkanku
menuju kamar ganti karena Abet dan kedua ponakannya memilih tempat duduk persis
di pondokan sebelah. Entah angin apa yang membuatku kelu dan dingin tidak bisa
bergerak. Bukannya menyusul ketiga temanku untuk mengganti baju renang, aku
malah sok sibuk memainkan handphoneku.
“Tama, jagain adiknya ya. Turun duluan
sana, dipake pelampungnya ya! Nanti om nyusul!”
Suara itu terdengar begitu hangat
kembali di telingaku dan rasanya kini suara itu makin mendekat. “Hai, ketemu di
sini kita? Kok gak ikut teman temannya ganti baju renang?”. Gila memang manusia
ini, kenapa dia bisa menyapaku dengan sesantai ini. Yang lebih gilanya, kini
dadaku berdegup sangat kencang dan aku merasakan darah mengalir deras di
sekujur tubuhku. Rasanya wajahku terbakar dan memerah.
Sementara dari kejauhan nampak teman
temanku sambil tetap cekikikan berjalan ke arah pondok dengan wajah penuh
kemenangan.
Bersambung.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar