Ada satu masa dimana setelah
mengenalku, Abet pamit untuk pergi ke suatu tempat untuk menjalani pendidikan
pecinta alam. Tak pernah sebelumnya ada seseorang pamit padaku untuk pergi ke
suatu tempat dalam waktu lama, sambil berjanji di hari kepulangannya dia akan
menghubungiku. Sehingga jika ada telfon berdering di malam hari sebaiknya aku
yang menjawabnya.
Tepat pukul 11 malam tanggal 20
Desember 2001 telepon di rumah berdering.
Baca Cerita Sebelumnya di sini
“Halo, Yu.. Aku di telfon umum nih baru
aja sampe di lebak bulus” begitu katanya.
“Kenapa gak pulang aja dulu, kita
telfonan dari rumah?” tanyaku
“Gak bisa, aku harus ngomong sekarang”
jawabnya agak ngotot aku terpaksa mengiyakan
“Tiga hari ini ngapain aja di
sekolah?”
“Sekolah? Ya belajar dong. Masa aku
bolos terus.”
“Soalnya yang ngajak bolos lagi sibuk
ya.”
“Iya sepi juga ga ada yang telfon atau
jemput ke sekolah dan ngajak ngobrol sepanjang perjalanan pulang.” Jawabku
jujur
“Lalu maunya gimana?” tanyanya
“Maksudnya maunya gimana?” tanyaku
balik kebingungan
“Iya, kamu maunya setiap hari aku
jemput, telfonan dan ngobrol sama aku kah? Atau gimana? Biar aku tahu harus
apa?”
Aku malah tertawa “Wah ketawa berarti
dia senyum senyum nih di sana. Oke aku tahu harus apa?”
“Ayu, jadi pacarku ya? Aku akan jemput
kamu setiap hari dan kita bisa berbagi cerita setiap saat.”
Aku terdiam sejenak, bingung lebih
tepatnya harus merespon seperti apa karena detik ini ada seseorang yang baru
saja menyatakan cintanya.
“eh, mm.. iya mau.” Jawabku malu malu
Lalu terdengar nada koin telah habis. “Eh maaf aku kehabisan koin!” lalu telfon mati
sebelum sempat aku mendengar responnya
Aku terduduk lemas di ruang tamu yang
semua lampunya telah padam, hanya penerangan dari teras depan yang sinarnya
membuatku tetap terjaga dan sadar bahwa ini bukanlah mimpi. Laki laki itu
akhirnya menjadi kekasihku.
Bersambung.
Bersambung.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar