Seiring dengan berjalannya waktu kami
menjalin hubungan sebagai pacar, semakin banyak teman kami berdua yang
mengetahui perihal hubungan ini. Maka dari sanalah riak riak mulai bermunculan,
khususnya yang datang kepadaku.
Rumors mengatakan bahwa Abet adalah
anak nakal dan anak gak bener. Banyak yang mempertanyakan, kenapa aku mau
berpacaran dengannya. Ya tentunya aku tidak perlu menjelaskan itu kepada dunia,
jelas itu adalah urusan pribadiku. Tapi berita tidak menyenangkan semakin ramai
terdengar, khususnya yang mengatakan bahwa Abet adalah Junkie.
Meskipun kaget, aku tidak langsung
seratus persen percaya. Selain itu, persoalan narkoba bukanlah hal yang baru
dalam kehidupanku. Kakak pertamaku adalah seorang pecandu sekaligus pengedar.
Saat aku mulai mengenal Abet… dia sudah pulih dari kecanduannya dan tengah
bekerja di Probolinggo. Dan alam semesta memang berusaha untuk menunjukan kepadaku
kenyataan yang sebenarnya. Pada satu kesempatan kakakku sempat satu kali
berjumpa dengan Abet. Entah apa yang terjadi pada pertemuan mereka itu, malam
harinya kakakku menegurku. “Pacaran jangan yang sama kayak gue dong dek. Cari
yang bener lah?” begitu katanya dengan nada sedikit sewot. Aku yang bingung dengan
maksud perkataannya bertanya balik. “Maksudnya apa mas?” dan dia menanggapi
dengan singkat “Ada kuburannya gitu di tangannya”.
Aku yang kebingungan belakangan baru
mengetahui kuburan yang dimaksud oleh kakakku adalah bekas suntikan di
pergelangan tangan kanan dan kiri Abet yang memang terlihat jelas. Bagi orang
orang awam macam aku jelas itu bukan hal yang besar, bisa jadi itu memang bekas
luka atau bekas pengambilan darah biasa. Namun bagi mantan pecandu macam
kakakku, luka tersebut seperti tanda bagi sesama mereka.
Baca Cerita sebelumnya di sini
Sampai suatu hari saat aku main ke
rumahnya. Aku mendapati pintu pagar yang terbuka lebar, dengan motor
kesayangannya yang terparkir dengan kunci masih menggantung. Sambil menggerutu
aku mencabut kunci tersebut dari motor. Pintu belakang juga terbuka lebar, Nampak
sandal yang tidak beraturan ada di pintu masuknya. Sepertinya anak ini buru
buru batinku dalam hati. Aku mengucapkan salam dari muka pintu sambil sedikit
melongokan kepalaku ke dalam. Beberapa kali salam tidak ada jawaban. Tidak ada
mamanya, Uni, pembantu atau keponakan keponakannya yang biasanya berlarian
rusuh menghampiriku kalau aku tiba.
Dengan santai aku masuk ke dalam
setelah sebelumnya menutup pintu pagar dan kemudian menutup pintu dapur. Aku lalu
melangkahkan kaki ke arah tangga sambil memanggil nama Abet berkali kali namun
tidak terdengar jawaban juga. Apakah rumah ini kosong, aku bertanya tanya dalam
hati. Tapi kemudian aku mendengar suara televisi dari arah ruang atas, tempat
Abet biasa bermalas malas. Tiba di lantai atas aku tidak melihat siapapun. Aku
masih berusaha memanggil namanya dan samar samar aku mendengar suara rintihan
seseorang dari bawah meja. Ya, dari bawah meja. Lalu dengan sedikit ngeri tapi
penasaran aku menghampiri meja besar di ruang tengah tersebut sambil melongok
ke bawahnya.
“Ya ampun, Abet kamu ngapain??”
Abet sedang menyuntikan sesuatu ke
lengan kirinya yang masih terikat sedikit renggang oleh sebuah ikat pinggang. Rumors
itu kini menjadi kenyataan.
Bersambung.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar