Warung ini
tidak berbeda dengan warung lainnya yang berjejer di pelataran parkiran area
pintu masuk taman nasional gunung gede pangrango. Cat kusennya berwarna biru
dengan deretan display minuman, mie instant serta nasi dan lauk pauk yang bisa
kita santap dengan lezat.
Perjalanan pertamaku
ke Gunung Gede berakhir dengan persinggahan di warung tersebut, tapi siapa
sangka bahwa dalam babak selanjutnya kehidupanku.. Abet dan saya memilih untuk
juga setia singgah ke warung sederhana tersebut setiap kali kami merasa penat. Bukan
hanya karena makanan – makanan super lezat dan aroma tempe goreng yang baru
matang diangkat dari minyak panas… tapi karena ada sesuatu dari warung
sederhana tersebut yang membuat kami merasa aman.
Pagi ini,
dalam pejaman mataku aku membayangkan kembali berada di warung tersebut.
Bedanya, tidak ada siapapun kecuali diriku sendiri di dalamnya. Tidak ada Abet,
tidak ada sepasang suami istri yang akan bertanya hendak makan apa kami hari
itu, juga tidak ada pendaki yang hilir mudik bersiap naik atau beristirahat
setelah turun gunung.
Hari itu
hanya ada aku yang meluruskan kaki pada bangku panjang kayu yang dicat biru
terang. Di meja ada sepiring nasi dengan telur dadar dan orek sayur kacang
panjang, masih panas baru matang sepertinya.
Di luar
warung, hujan turun dengan derasnya membuat pertemuan antara air hujan dengan
tanah mengeluarkan petrikor yang menenangkan sekaligus membuatku merasa tidak
sendirian.
Kali ini
aku berusaha berlari dan bersembunyi dari orang – orang yang sering
melemahkanku dan menganggapku tidak mampu untuk menjadi diriku yang terbaik.
Tanpa harus berbicara, beberapa orang sangat mengintimidasi hanya dengan
kehadirannya atau melalui wajahnya di gambar yang mereka unduh di media social mereka
sering membuatku merasa tidak aman.
Tapi itu
tidak akan terjadi lagi, mereka tidak bisa melemahkanku karena aku berada dalam
ruang amanku yang sederhana ditemani petrikor dan sepriring makanan. Kelihatannya
sederha, tapi dalam ruang amanku.. aku tidak mengijinkan siapapun kembali melemahkanku
dan menganggapku tidak berguna. Dalam ruang amanku, aku mengijinkan diriku
untuk pulih dan menjadi baik – baik saja. Dalam ruang amanku yang bahkan dalam
sekejap mata saja bisa kukunjungi, mereka tidak akana bisa menyakitiku dan aku
tidak perlu lagi merasa takut serta cemas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar