Warning, this article its such a long story and contain with things that u may not agree with, so please feel free to disagree if u still want to continue. But I don't wanna argue about some issue.
Hola October, Happy Birthday to my self! (apalah narsis sekali kalimat pembuka-nya). It's been almost a month (I leave again) this blog, alasan apa lagi yu? Hahahaha. Seriously, sebulan ini cukup hectic dengan renovasi warung siomay Mang 4L4y, kemudian kakak adik serta mama papa yang datang liburan ke Bandung, Liga Futsal yang diikuti oleh Akademi Futsal kami, kemudian Malika Jambore Pramuka tingkat kecamatan yang berujung dengan jatuh sakit. Those things makes me cannot even touch my laptop or thinking about writing story, meskipun bahan buat nulisnya buanyaaak sekali. Maka setelah sekiranya sudah agak santai, inilah tulisan pertama saya di bulan Oktober.
Hidup dengan HIV dan Yang Terjadi Saat Desember Menjelang, judul apa itu? Hahahaha. Mungkin ada beberapa yang bingung ya.. gpp jangan bingung. Baca aja sampe habis dijamin jadi tercerahkan. Semenjak saya hidup terinfeksi HIV di tahun 2009, meninggalnya suami pertama saya, dan perjalanan panjang menuju tulisan hari ini dibuat. Ada banyak sekali hikmah kehidupan yang dapat saya ambil setiap saat. Kalau tau cerpen Oh Mama oh papa yang ada di koran dan diadaptasi di televisi, nah kehidupan saya sebagai orang yang hidup dengan HIV (ODHA) kurang lebih se-drama itu. Mulai dari rutinitas pemeriksaan kesehatan di rumah sakit/puskesmas yang secara rutin setiap bulan harus dilakukan, konsumsi terapi ARV seumur hidup yang berfungsi untuk menekan jumlah pertumbuhan virus, belum lagi stigma dan diskriminasi dalam hidup yang membayang- bayangi setiap saat.
Tapi, sejak beberapa tahun silam, saya memutuskan untuk lebih terbuka mengenai persoalan HIV dalam kehidupan saya, dengan tujuan agar orang - orang disekitar saya berhenti berfikir bahwa saya adalah pesakitan yang harus di jaga agar tidak menularkan virusnya kepada orang lain, atau membuat malu keluarga. No. I decide to share, itu kenapa blog ini menjadi rumah bagi saya untuk lebih banyak bercerita. Nah, terkait dengan judul tulisan hari ini, memang ada apa sih di bulan Desember.
Baca juga yuk : Happy 7 ARV'ersary Yu!
Bagi yang belum mengetahui, setiap tahunnya, tanggal 1 Desember diperingati oleh seluruh manusia di dunia sebagai Hari AIDS Sedunia. Peringatan ini bukanlah perayaan, bukan selebrasi, bukan sebuah kemenangan yang harus di umbar - umbar. Tapi 1 Desember merupakan pengingat bahwa persoalan HIV ada di dunia ini, ada di Indonesia, ada di sekitar anda tanpa disadari. Dan persoalan HIV ini bukan cuma urusannya SAYA yang terinfeksi HIV, atau mereka yang berprofesi sebagai dokter, atau mereka yang bekerja di kementerian kesehatan. HIV ini ya urusan semua orang. Karena ini adalah persoalan sosial, bukan murni masalah kesehatan.
Salah kaprah dan pemahaman yang bias mengenai HIV ini menjadi momok bagi masyarakat, sehingga saat orang - orang mendengar kata HIV, atau membaca berita tentangnya, bahkan melihat orang yang hidup dengan virus tersebut melahirkan sebuah stigma dan diskriminasi yang sudah membudaya. Nah, di bulan Desember ini, jika teman - teman bisa merasakannya, maka semua orang, bahkan setiap elemen masyarakat menjadi lebih banyak membicarakan HIV, melakukan kegiatan yang berhubungan dengan isu HIV seperti seminar, aksi damai, kampanye. Televisi, media cetak, bahkan saat ini sosial media menjadi super aktif membicarakan urusan HIV ini. Tujuannya cuma satu menyebarkan kewaspadaan, membuat tindakan pencegahan, serta melakukan sosialisasi pengobatan dan mengeliminasi stigma serta diskriminasi.
Baca juga yuk : Saat Kau Memahami Ibu-mu Terinfeksi HIV
Nah, di saat saya pribadi sangat mengapresiasi dengan upaya raising awareness yang sangat massive, sungguh sayang ada banyak kekeliruan yang terjadi di dalamnya, dan bagi saya penting untuk kita semua memahami ini agar kedepannya bisa memperbaiki. Apakah saja itu?
sumber : pexels.com |
1. Testimonial Orang yang Terinfeksi HIV
Ini yang paling ekstrim terjadi hampir di seluruh televisi nasional, stasiun radio, dan media cetak/elektronik lainnya. Akan ada sejumlah orang yang diminta untuk menceritakan pengalaman hidupnya sebagai orang yang terinfeksi HIV, para penyelenggara / atau pemilik media akan mengemas acara nya sebagai ajang kesedihan yang patut dikasihani. Kenapa saya bilang seperti itu? Because that's the fact! Saya ingat sekali tahun lalu, saya dihubungi oleh stasiun televisi di Jakarta agar saya dapat mengisi acara hari itu. kebanyakan menjadi tajuk utama pada hari itu, dan akan diulang - ulang dalam satu hari tayangannya. Saya memutuskan untuk menolaknya, saya berikan kesempatan tersebut kepada teman - teman lain. Karena saat saya memberikan masukan untuk bicara tentang upaya advokasi yang mesti dilakukan, atau apa yang harus pemerintah lakukan, atau bagaimana ODHA berdaya, mereka ga mau.
ODHA (Orang yang terinfeksi HIV AIDS), akan diminta untuk menceritakan pengalaman hidupnya terkait HIV. Cerita - cerita menyedihkan seputar kapan pertama kali mereka terinfeksi HIV, bagaimana mereka bisa terinfeksi, bagaimana susahnya hidup mereka setelah terinfeksi HIV. Percayalah, siapapun orang yang terinfeksi HIV, saat ditanyakan kembali cerita itu, ada rasa pilu yang menghantui kembali diri mereka dan tidak bisa dipungkiri air mata akan menjadi hal pertama yang keluar, berapapun lamanya mereka hidup dengan HIV. Pertanyaan - pertanyaan yang diajukan akan diarahkan kepada hal - hal yang membungkus tema kesedihan dan membuat penonton, pendengar atau pembacanya hanya merasa iba saja.
Baca juga yuk : Mencari Pasangan Yang Mau Menerima Status HIV Kita
Lalu seharusnya bagaimana? Sebagai orang yang terinfeksi HIV, dan memiliki keluarga yang pernah ada di masa - masa kelam setiap tanggal 1 Desember saya tidak ingin merasakan kesedihan tersebut, tentunya masyarakat juga dapat menjadi lebih cerdas jika disuguhkan tayangan yang berbeda. Sebagai contoh, acara testimoni-testimonian tersebut diubah menjadi sesuatu yang inspiratif. Seperti, hal apa yang sudah dilakukan oleh ODHA tersebut dalam upaya untuk menyehatkan dirinya, kehidupannya. Apakah dia memiliki kreatifitas yang sedang dikembangkan, atau profesi yang membanggakan, atau keluarga yang bersedia ada dalam hidupnya dan tidak meninggalkannya. Sehingga, siapapun yang pada tanggal 1 Desember, tidak hanya merasa iba, namun terinspirasi.
Lho terinspirasi bagaimana? Iya, bagi mereka yang (sudah terlanjur) terinfeksi HIV seperti saya, akan menjadi termotivasi melihat sosok - sosok yang tetap bertahan hidup dan melakukan banyak hal dalam kehidupannya. Kami akan menjadi terinspirasi untuk mengikuti jejak tersebut, dan mempertahankan kesehatan kami. Nah, bagi keluarga yang memiliki anggota keluarga yang terinfeksi HIV, tentunya akan melihat sosok inspiratif lain seperti keluarga yang bercerita, bahwa meskipun anggota keluarga mereka terinfeksi HIV, mereka tidak menganggap itu sebuah aib atau momok. Mereka tetap ada, memberikan dukungan, tidak meninggalkan atau memberikan stigma dan diskriminasi baru.
Yang terakhir, tentunya bagi masyarakat awam yang melihatnya, (seharusnya sih) akan mulai mengevaluasi dirinya sendiri, dan akan muncul pertanyaan - pertanyaan yang menggugah dirinya untuk melakukan perbaikan, seperti. Apakah saya pernah melakukan perilaku tidak sehat yang bisa menyebabkan saya terinfeksi HIV? Jika iya, maka jalan terbaik adalah melakukan pemeriksaan HIV, sehingga jika hasilnya diketahui, bisa diobati dengan segera, dan jika hasilnya negatif, maka kita dapat melakukan upaya pencegahan bagi diri sendiri. Pertanyaan lain yang tentunya akan muncul di kalangan masyarakat awam adalah, Apakah saya pernah melakukan Stigma dan Diskriminasi kepada orang yang hidup dengan HIV, apapun latar belakangnya? Maka sepantasnya sebagai manusia yang cerdas akan mulai meninggalkan tindakan itu, menghentikan stigma dan diskriminasi yang sudah mengakar di Indonesia ini.
2. Ucapan selamat hari AIDS sedunia
Salah kaprah lainnya adalah memberikan ucapan selamat pada tanggal 1 Desember. Layaknya hari pernikahan, kelahiran bayi, atau hari lahir yang dirayakan, banyak masyarakat yang masih mengucapkan Selamat Hari AIDS. Seperti slogan yang membahana di hari kemerdekaan 17 Agustus. Come on people, its not something to celebrate. Kami orang - orang yang terinfeksi tidak merayakan hari ini, tapi dunia diajak untuk memperingatinya. Ketimbang mengucapkan selamat, saya lebih memilih kalimat - kalimat positif yang menginspirasi atau menyebarkan kewaspadaan dan upaya pencegahan, seperti contoh yang saya buat ini.
"Hari AIDS Sedunia 1 Desember 2017. Mari kita ingat kembali hari ini, bahwa siapapun yang cuek dan tidak mau mencari informasi mengenai kesehatan dirinya, berpotensi untuk tertular HIV. Mari menjaga kesehatan diri dan keluarga, serta menghentikan stigma dan diskriminasi pada Orang yang hidup dengan HIV AIDS"
Tanpa harus menaruh ucapan selamat, kita dapat ikut berpartisipasi dalam pentingnya tanggal 1 Desember. Percayalah, apapun yang pernah kalian lihat dan dengar mengenai sosok saya si ODHA yang inspiratif itu, dibalik itu semua, jika saya mampu untuk melakukan upaya pencegahan 8 tahun silam, tentu saya lebih memilih untuk tidak terinfeksi HIV. Pasti teman - teman ODHA lainpun merasakan hal yang sama. Maka, bantu kami untuk dealing, healing, dan accepting dengan memperingati 1 Desember 2017 dengan cara yang lebih menenangkan hati.
3. Bad news is a good news
Coba deh, kalian mengetikan kalimat "HIV di Indonesia" di situs pencarian google. Maka kira - kira hal apa ya yang keluar? ini hasil pencarian saya pagi ini bisa dilihat pada gambar yang sudah saya capture. Judul pada berita yang ada tentang HIV, mengandung konotasi negatif ya?
Lagi, 10 ibu hamil di Kota wisata Indonesia ini positif HIV. Tahun ini, 4 orang ibu hamil di Sumenep Positif HIV. Seks dengan kondom roberk dan tularkan HIV, penata rambut ini digugat. Jumlah remaja penderita HIV AIDS di Purbalingga terus meningkat. Dan tentunya banyak sekali berita lainnya di halaman selanjutnya yang ga saya capture.
Oh Come on news maker, are you really always wanna do things like this? Making a bad news, become a good news. Saya sih ga kesel banget ya bacanya, seperti mengekspose sesuatu tanpa solusi. Padahal berita dengan judul "Lagi, 10 ibu hamil di Kota wisata Indonesia ini positif HIV" ini, beritanya cukup informatif dan tidak menyudutkan. Isinya tentang program PMTCT atau bahasa Indonesianya adalah PPIA (Pencegahan penularan HIV dari Ibu ke Anak) di salah satu kota di Indonesia, dan kenapa pentingnya program ini bagi seluruh ibu di Indonesia. Duh, alih - alih happy karena ada program pemerintah yang baik, orang malah jadi takut, dan akan memberikan stigam diskriminasi baru pada ibu hamil yang terinfeksi HIV. Terbayang dalam kepala saya, berita macam apa yang merebak di tanggal 1 Desember 2017 nanti.
Baca juga yuk : Anti Retroviral Theraphy, My Life Pills!
Pada saat hamil kemarin, saya sempat diminta untuk menulis oleh Annisa Steviani, kakak blogger kece yang kebetulan bekerja di Jakarta Post. Berikut adalah tulisan saya, A Healthy Pregnancy is Possible For People With HIV. Di dalam tulisan ini saya mengajak pembaca tergugah hatinya, bahwa kami orang yang hidup dengan HIV, juga memiliki kesempatan yang sama dengan cara - cara yang sudah ada untuk berkeluarga, memiliki keturunan, membuat pilihan tatalaksana medis yang terbaik, tentunya syarat dan ketentuan berlaku ya. Kemudian dalam tulisan ini, saya mengajak para ibu atau perempuan untuk jangan takut untuk melakukan pemeriksaan kesehatan. Sehingga, tidak ada hal buruk yang terjadi dengan alasan terlambat penanganan.
Point 4 ini mungkin banyak yang gak setuju, atau ga suka. Biarin aja, saya emang suka bodo amat sih kalau urusan phobia - phobia. Masyarakat indonesia yang disebut sebut sangat menjunjung tinggi budaya Timur yang menghormati orang lain, itu bohong. Kenapa? Buktinya, ada saja tindak kekerasan, stigma diskriminasi bahkan kriminalisasi pada mereka, kelompok yang beresiko terinfeksi HIV. Mereka adalah kelompok LGBT, Pekerja seks, dan Pengguna Napza. Yak, go ahead stop following my story and knowing me or even be my friend, because I'm respect on Human, whatever their interest, sexual orientation, or whatever they're doin in their life.
Kenapa saya memilih untuk menuliskan poin keempat ini, karena faktanya banyak sekali tindakan keji yang dilakukan orang Indonesia yang ramah dengan budaya ketimurannya terhadap kelompok yang dianggap berbeda, atau tidak normal, atau melanggar norma adat dan agama. Dan saya memilih untuk menghargai mereka sebagai manusia. Saya menghargai keberadaan mereka, dengan mengingatkan mereka untuk selalu hidup sehat, jangan sampai tertular HIV, lakukan tindakan pencegahan. Urusan 'Hidup, dosa, surga dan neraka mereka, its actually none of our business. Thats why, I decide to be human, not a judge.
Saat stigma dan diskriminasi kepada kelompok yang beresiko tersebut membabi buta, maka upaya pencegahan akan semalin sulit dilakukan. Akan lebih banyak kematian yang tidak tertangani karena mereka akan memilih bersembunyi. Tidak, saya gak akan nyeramahin kalian soal point 4 ini. Saya hanya mengajak kita semua untuk lebih bijak dalam bersikap. Dengan begitu, kita dapat melakukan banyak upaya pencegahan kesehatan yang lebih baik dan tentunya mudah. Kita juga dapat merangkul teman - teman dengan resiko tinggi tersebut, untuk melakukan aktifitas positif lainnya, bareng - bareng sama kita, iya kita! Saya, kamu, kamu, kamu dan kamu.
Yang terakhir adalah hal paling miris sih. Why people only talks about HIV on 1st december? And the day after, i bet they forget about it. Miris banget, padahal kami yang hidup dengan HIV merasakan setiap hari rasa - rasa yang berubah ini, dari mulai happy, sedih, kecewa, buntu dan banyak rasa lainnya. But people only talk about it suddenly on one day only. Kenapa gak rutin bikin pertemuan, workshop atau seminar tentang pencegahan HIV rutin setiap bulan. Atau membuat kegiatan awareness HIV tidak hanya di bulan desember, tapi bisa juga lho dihubungkan dengan hari kemerdekaan, hari ibu, hari pendidikan, dan hari lainnya.
Karena seperti yang saya ungkapkan diatas, bahwa isu HIV ini adalah isu sosial, tidak hanya urusan kesehatan belaka. Semua komponen kehidupan beririsan erat dengan persoalan HIV. Bahkan Magic Jhonson, bekas NBA Player yang terinfeksi HIV sekitar sepuluh tahun silam berkata "I tell you, it's funny because the only time I think about HIV is when I have to take my medicine twice a day." Jadi sama persis yaaa seperti yang saya sampaikan diatas, we exactly feel it everyday.. so why you only talkin about this just 1 day.
Karena seperti yang saya ungkapkan diatas, bahwa isu HIV ini adalah isu sosial, tidak hanya urusan kesehatan belaka. Semua komponen kehidupan beririsan erat dengan persoalan HIV. Bahkan Magic Jhonson, bekas NBA Player yang terinfeksi HIV sekitar sepuluh tahun silam berkata "I tell you, it's funny because the only time I think about HIV is when I have to take my medicine twice a day." Jadi sama persis yaaa seperti yang saya sampaikan diatas, we exactly feel it everyday.. so why you only talkin about this just 1 day.
Dahhhh, panjang kan kan kan.. udah dibilangin ga percaya sih. Hehehehe, semoga tulisan hari ini bermanfaat ya. Setelah berbulan - bulan udah jarang ngomongin HIV, mulai hari ini sayan kembali beritikad untuk menyebarkan lebih banyak cerita, informasi dan kebaikan. Sehingga kalian semua dapat tahu dan memahami bahwa orang - orang yang hidup dengan HIV bukanlah sampah masyarakat, kami juga memiliki kesempatan yang sama untuk menjadi manusia yang lebih berguna bagi sesama. Tsahhelahhh, Haturnuhunnn sudah baca yaa. Semoga kita semua sehat terusss! LOVE!
Tulisan yang bagus, Ayu. Terus menulis dan mencerahkan.
BalasHapusSelesai baca tulisan panjangnya, sangat mencerahkan bagi saya orang awam dan memang semua pihak harus lebih peduli dengna isu sosial ini
BalasHapusSetuju sama Ima. Keep writing and speaking out loud to the world! Dibantu sama Mudra, ya Yu, wkwkwkw *promcol detected :v
BalasHapusTeh Ayu semoga sehat terus yaaaa
BalasHapusSelamat ulang tahun, Teh Ayu!
BalasHapusAKu ceraaaah. Setelah membaca tulisan ini, jadi tahu bahwa mereka yg terkena HIV hidupnya enggak lantas hancur, jadi ngurung diri, menarik diri dari pergaulan, dsb.
Tetap berbagi informasi, ya Teeeh.Cemungggud!!
nice, emmang betul pencerhana hal yg positif dan edukasi pada masarakat yg perlu shg gak ada lagi penderita HIV dikucilkan dan mereka bisa berkehiduoan sosial secara wajar
BalasHapusSemoga akan banyak orang yang paham dan teredukasi dengan tulisan teteh.
BalasHapusSalut teh Ayu...
Amiiin,
BalasHapusDan bacanya manggut-manggut speechless.
Pokonya salut sama Ayu, keren, dan sehat selalu ya!
Aku baru tau makna 1 desember dan yes rata2 memperingati justru seolah merayakan padahal esensinya ga seperti itu y teh, terus berbagi ya teh ttp semangat aku langsung klik tulisan yang teteh buat buat Jakarta Post :)
BalasHapusPanjangggg dan saya baca sampai akhir, Teh. You go, girl! Semangat selalu Teh Ayu. I love your spirit. Yup, stigma sosial di kita ngeri, kadang yg TB aja disangkut pautkan sama sakit kutukan, ada yg nganggap ODHA itu asalnya pasti orang ga bener, padahal salah besar. Saya pun andil dalam edukasi ke masyarakat untuk hal-hal kayak gini. Banyak awareness yang harus diketahui sama masyarakat kita. :)
BalasHapus