Waktu kuliah dulu, saya dan teman - teman dengan modal nekat dan persiapan yang setengah matang memutuskan untuk naik ke Gunung Gede, yang letaknya tidak jauh dari Taman Safari. Dari 8 orang yang berangkat, hanya beberapa saja yang pernah benar - benar naik gunung dengan rencana yang matang. Sisanya, iseng pengen ikut, dan mencoba hal baru, dan salah satu dari mereka adalah saya. Perkenalan saya dengan gunung dimulai dari cinta pada almarhum suami, yang kebetulan adalah anak gunung juga. Saya ingat betul, dia pernah bilang.. cuma dengan naik gunung dia bisa melepaskan adiksinya dengan putaw. Dia mulai mengenalkan saya dengan pengalaman - pengalaman menarik dan seru serta makna yang selalu didapatnya seusai summit di setiap gunung yang dia daki. Dari sana saya kemudian jatuh cinta dengan alam.
Sayangnya, dia berhenti menceritakan dan mengajak saya mengenal lebih dekat dengan gunung - gunung dan alam Indonesia saat akhirnya wafat di tahun 2009 karena virus HIV. As u read in so many stories in my blog, Yes I'm feel so down at that time, but than I stand up. Selama 8 tahun setelah kepergian Abet, saya membangun kembali fondasi hidup saya yang sempat hancur. Namun Tuhan selalu punya rencana lain. Fondasi yang saya bangun dengan perjuangan yg luar biasa tersebut kembali retak, saat bayi saya (dari pernikahan kedua) meninggal setelah 40 jam dilahirkan 3 bulan lalu. I feel like, God this is so unfair to me.
Hingga kini saya masih kembali menambal kembali retakan – retakan pada fondasi kehidupan saya. Berbagai cara saya lakukan untuk melepaskan diri dari segala perasaan marah, kecewa, menyesal, serta rasa tidak percaya pada hidup. Saya berlibur Bersama keluarga ke Cikole untuk mendapat udara segar, tidak mempan.. saya kembali menangis sepulang dari perjalanan kami. Saya melakukan semua hobi saya seperti menonton di bioskop, membeli lebih banyak buku, menulis.. tapi menyembuhkan luka memang benar membutuhkan waktu.
Sampai suatu hari saya teringat, bahwa saya pernah mengikuti perjalanan 2 orang perempuan hebat di Universitas Parahyangan, dengan tim pecinta alam – nya Mahitala. Kedua Perempuan tersebut adalah Fransiska Dimitri dan Mathilda Dwi. Perempuan muda, yang cantic, cerdas, kuat dan hebat. Kenapa? Karena mereka telah mendaki gunung – gunung tertinggi di dunia. Bukan hanya mendaki, namun mereka melewati semua rintangan serta berhasil mencapai puncaknya. Dari ketujuh gunung tertinggi dunia, Didi san Mathilda telah sampai di 6 puncak dunia, diantaranya : Mt Cartenz di Papua, Mt Elbrus di Russia, Mt Kilimanjaro di Tanzania, Mt Aconcagua di Argentina, Mt Vinson Massif di Antartika dan yang terakhir mereka baru saja pulang setelah summit Mt Denali di Alaska. Pencapaian mereka akan ditutup dengan pendakian Mt Everest di Nepal/Tibet yang rencananya akan dilakukan di tahun 2018.
Saat Didi & Mathilda Summit di Mt Denali, Alaska (Pic Capture from @Ina7summit) |
Saat Didi & Mathilda Summit di Mt Vinson Massif, Antartika (Pic Capture from |
This is Us! |
Didi dan Mathilda, adalah salah satu penyemangat saya, saat dalam kondisi terpuruk 3 bulan ini setelah kehilangan Miguel.. dan dari mereka saya belajar bahwa selalu ada gunung lebih tinggi untuk di daki, dan pemandangan lebih indah menanti di depan sana.. jadi kalau udah ngerasa mau nyerah bayangin itu aja. Selain mengidolakan mereka, saya juga mendapatkan begitu banyak energi positif setiap kali membaca berita dan cerita mereka setiap kali pendakian. Saya juga berharap suatu hari, Malika putri saya bisa mengikuti jejak Didi dan Mathilda, bahwa perempuan juga bisa dan boleh melakukan banyak hal yang sering dianggap orang tidak mungkin.
“Each time a woman stands up for herself,without knowing it possibly, without claiming it,she stands up for all women.”(Maya Angelou)
Thankyouuu Didi & Mathilda, I adore you so much! Terima kasih telah memberikan semangat kepada saya (tanpa sadar), Semoga perjalanan ke Mt Everest tahun depan diberi kelancaran dan kekuatan, sehat selalu dan keep inspiring!
Ikut berduka dan berdoa untukmu, ya Mbak. Tetap semangat!
BalasHapusSemangat y teh 💪 keren y dengan mereka berdua kalau dilihat Adversity Quotientnya pasti tinggi secara gitu berhasil mulu naklukin gunung. Dan mereka mwmbuktikan bahwa perempuan juga mampu y kereewn bangets 😍
BalasHapusKeren nih teh Ayu ke Mt Everest. Selalu semangat ya teh
BalasHapusbelum pernah naik gunuuung... mantan mahasiswa macam apa akuh.
BalasHapus