Minggu, 05 Juni 2016

Okky Madasari dan Saya, sang Penggemar

sumber foto : buka lapak
Pada sebuah perhelatan yang khusus kami hadiri untuk menjawab rasa haus Malika akan informasi dan edukasi, saya mendapatkan sebuah hadiah tidak terduga dari seorang perempuan yang saya tidak kenal. Saya yang sedang berdiri menunggu Malika, sembari membaca buku Kerumunan Terakhir karya Okky Madasari, ditegur oleh perempuan tersebut. 

"Mbak, baca Kerumunan Terakhir ya?"

"Iya." Jawab saya sedikit kebingungan. 

"Hari Sabtu Tanggal 4 Juni nanti ada Bedah buku di BCCF jam 4 sore mbak!"

"Ah, serius? ada Mbak Okky-nya?"

"Iya!"

Belakangan saya tahu, perempuan itu bernama Rena, dia berasal dari Komunitas Serat Pena. Komunitas yang memiliki banyak kegiatan yang erat dengan sastra. Dan ternyata, melalui serat pena, penantian saya bertemu dengan salah satu penulis favorit saya pun terjawab hari ini. Jauh setelah saya berkenalan dengan Marni dan Rahayu di buku Entrok, lalu berkenalan dengan Maryam, berkenalan dengan Arimbi di 86, dan Jaka Wani di Pasung Jiwa. Dan pada kelahiran Kerumunan Terakhir tahun ini, setelah berkenal dengan Matajaya dengan dunia barunya, saya akhirnya bisa berjumpa dengan sang ibu.. dari kelima buku tersebut.

***

Tulisan hari ini gak akan membahas tentang Kerumunan Terakhir, itu akan saya tulis besok. Tapi ini tentang mbak Okky Madasari dan Saya, sang Penggemar. Sejak kemarin saya sudah merapihkan kelima buku karya mbak Okky. Anak saya Malika, senyam-senyum melihat polah ibunya yang seperti abg jatuh cinta. "Cie, yang mau ketemu penulis favoritnya" begitu kata Malika mengejek saya, sambil tersenyum iseng. "Iya dong, aku kan mau minta tanda-tangan." Jawabku polos. Dan hari ini, saat bangun pagi.. wajah mbak Okky lah yang pertama terbayang. I will meet her, Today!


Sekitar pukul 2 siang, saya yang sebenarnya dalam kondisi kurang sehat tiga hari belakangan ini menyempatkan untuk tidur siang. Supaya nanti fit, dan bisa mengikuti kegiatan diskusi dengan sehat. Sayup-sayup terdengar suara geleduk bergemuruh dari langit saat saya hendak memejamkan mata, dan hujan pun turun. Saya sempat khawatir, hujan akan turun deras. Tapi kecemasan saya tidak terbukti, saat terbangun dari tidur, langit begitu cerah. Seperti ikut bahagia untuk saya yang akan bertemu dengan sang Idola.

Nyolong start Foto sebelum diskusi mulai :)
Suami gendut kesayangan mengantarkan saya dan Malika ke Simpul Space (BCCF) yang terletak di jalan Cibeunying. Saat masuk ke bagian belakang simpul, saya langsung tersenyum lebar. She is here! Mbak Okky bersama beberapa orang sedang duduk di bangku tempat suami saya biasa merokok jika sedang ke simpul.  Dan layaknya seorang fans saya mengungkapkan rasa excited saya "Aaaaaahhhhh, ada mbak Okky!".

Hari itu mbak Okky menggunakan baju berwarna kuning, sangat segar. Dia hadir ditemani sang kekasih hati serta sang putri cantik, Raya yang biasanya hanya bisa saya lihat di Instagram. Dalam pertemuan pertama ini, saya cukup terkejut karena setelah beberapa obrolan pembuka, Mbak Okky mengenali saya sebagai si ayuma_morie, nama lain saya di media sosial. Ada sedikit rasa GR, tapi lebih banyak rasa syukur karena saya bisa dengan lebih mudah bercerita banyak hal dengan lebih mudah. Selayaknya seorang penggemar, tanpa basa basi saya langsung bercerita tentang awal mula saya membaca Entrok.

Peserta diskusi bedah buku kerumunan terakhir di BCCF, Bandung

Saya tidak pernah tahu Okky Madasari sebelumnya, tapi setelah membaca Entrok. Saya seperti kehausan dan terus mencari Mbak Okky dalam setiap tulisannya. Lalu saya juga bilang sama mbak Okky kenapa saya jatuh cinta pada Pasung Jiwa yang secara jujur menggambarkan stigma diskriminasi serta perjuangan seorang Transgender di Indonesia. Dan secara tulus, mengalir tanpa terencana saya bercerita banyak tentang tantangan persoalan HIV di Indonesia. Dimana saya aktif mengkampanyekan persoalan-persoalan serupa yang juga dihadapi oleh perempuan yang hidup dengan HIV. Dan Maryam! Salah satu buku terbaik yang pernah saya baca dalam hidup saya, yang kemudian terefleksi secara tidak langsung dalam keseharian hidup saya saat ini. Entah bagaimana Mbak Okky dengan sabar dan mata terbuka, menyimak setiap kata yang keluar dari mulut saya. Yang kalau sudah bercerita mungkin gak akan bisa di rem.

***

kelima buku saya di ttd oleh mbak Okky, dengan pesan2 khusus di tiap buku-nya!
Diskusi pun akhirnya dimulai, saya dan Malika duduk di bangku depan. BCCF bukan tempat baru bagi kami, karena sudah banyak sekali kegiatan yang kami hadiri di tempat sini, sehingga tidak lagi asing. Tidak begitu banyak yang hadir dalam kegiatan bedah buku hari ini. Agak sedikit kecewa, saya berasumsi ternyata tidak banyak orang yang senang membaca, atau ada banyak acara "munggahan" menjelang bulan puasa yang kalau gak salah akan dimulai pada hari senin, atau bisa juga banyak yang mengidolakan mbak Okky namun gak terinformasi mengenai acara hari ini. Tapi di sisi lain, saya bersyukur, gak banyak orang artinya, kami disini bisa lebih bebas berdiskusi dan bertanya pada mbak Okky.

Saya, Malika dan Okky Madasari

Ada beberapa hal yang saya baru ketahui dalam diskusi kali ini, diantaranya adalah bahwa Mbak Okky dulunya adalah seorang Wartawan. Ada kegelisahan-kegelisahan yang dirasakan olehnya sampai kemudian dia memutuskan untuk mulai menulis. Sama sekali tidak terbesit dalam hatinya untuk menjadi penulis. Hal itu kemudian memotivasi saya untuk kemudian bicara pada diri sendiri "Ayo dong yu, kapan mau diteruskan tulisannya?".

"Keberanian dan Kebaikan itu Menular"

Menurut mbak Okky, menulis adalah salah satu cara jitu untuk menggambarkan dan melukiskan pemikiran-pemikiran kita yang tidak bisa tertuang. Tulisan bisa menjadi alat yang sangat ampuh untuk memperjuangkan idealisme kita, khususnya jika kita mau berjuang untuk sesuatu yang lebih besar. Dalam setiap bukunya, mbak Okky berusaha membuka mata pembaca, bahwa ada realitas kehidupan yang secara tidak sadar ada di sekitar kita namun kita tidak mengetahuinya, atau tidak mau tahu. Sehingga tulisan dapat menjadi sebuah kisah kisah kehidupan yang ditulisankan, dan menjadi pengingat bagi kita. Jalan apakah yang akan kita pilih? Apakah kita sudah cukup memperjuangkan kebenaran? Apakah kita mau menyerah dengan kebodohan-kebodohan yang terpelihara di Indonesia?

Sastra adalah kegelisahan, sastra adalah gugatan, sastra adalah keberanian dan kejujuran, sastra lahir dari kesadaran-kesadaran baru. Ketika kesadaran itu sudah tumbuh, saat itulah kita bisa berpihak dan mengambil sikap. Berpihak pada keadilan, berpihak pada kemanusiaan, Sekarang adalah giliran kita! (Okky Madasari, Petikan pada Orasi Budaya, 2 Februari 2013)

Hari ini, mata dan hati saya terbuka dengan lebar. Bahwa kita gak bisa mengandalkan siapapun untuk melakukan sesuatu, kita bisa mengajak orang lain, bersama - sama dengan kita, untuk memelihara kebaikan dan kasih. Berjuang dengan cara yang sehat, perlahan memberangus kebodohan dan ketidaktahuan serta pengabaian banyak orang pada kebenaran. Dear Mbak Okky dan teman-teman serat Pena, terima kasih banyak ya untuk hari yang bertumbuh ini.  

2 komentar: