Sebelum membaca tulisan ini, pastikan kalian membaca tuntas
tulisan yang sebelumnya. Karena dikhawatirkan, akan menimbulkan efek samping kebingungan dan kegalauan karena tersesat dalam istilah dan euforia catatan pribadi milik saya ini. Oh Sudah baca? Alhamdulilah kalau gitu. Yuk kita lanjutkan ceritanya. Setelah keberangkatan sahabat saya Koh iwang, yang kemudian akan saya ingat terus dalam hidup sebagai seorang pejuang, orang yang memiliki arti dalam kehidupan kami. Sejak kepergiannya ke India hari kamis tanggal 2 Juli, kami sibuk berkomunikasi melalui grup whatsapp, dan social media. Bertanya dan memastikan apakah Koh iwang sudah sampai, apakah sudah makan, sudah tiba di hotel, dan yang terpenting apakah sudah berhasil menjalankan misi mulia yang dia bawa. Tanggal 3 Juli 2015, dengan dibantu oleh kawan kawan dari The Delhi Network Of Positive People, akses mendapatkan obat jauh lebih mudah. Karena sebelumnya, kami sudah berkirim pesan dan seluruh dokumen pribadi setiap orang seperti Scan of Passport dan Resep obat serta dokumen kesehatan. Perjalanan yang sangat singkat tersebut, tetap dijalani koh iwang dengan sungguh sungguh. dia bahkan tidak berfikir untuk berkeliling India, untuk sekedar mencari oleh oleh. Karena fokus pada perjalanan menjadi hal yang sangat utama. Bukankah dia hebat? yes, he is. And we really proud to have you as our team, mate!
Malam harinya, sekitar pukul 9 malam waktu India, Koh iwang mengabarkan bahwa dia sudah siap untuk kembali ke tanah air. Telah menunggu 5 jam di Bandara, tidak menyurutkan langkahnya untuk membantu kawan kawan di tim yang hendak berobat. Kami yang berada di Indonesia pun juga bersiap siap untuk melakukan penjemputan keesokan harinya di Bandara Soekarno Hatta, Tangerang. Pagi pukul 05.45 Waktu Indonesia Bagian Barat, saya yang berdomisili di Bandung tengah bersiap untuk berangkat ke Bandara Soekarno Hatta untuk menjemput koh Iwang yang akan tiba di tanah air pukul 10.10 WIB. Disana telah menunggu kawan lainnya,
Hages,
Sindi,
Bani,
Lola, dan
Edo, yang juga tengah menanti kedatangan pejuang kita. Ada sedikit kekhawatiran mendera, apakah 2 koper besar berisi obat tersebut akan menjadi persoalan saat melalui imigrasi, atau bea cukai, atau bahkan x-ray di garis akhir pintu kedatangan penumpang. So we really curious, and hopeful.
|
Wajah resah gelisah dan beberapa belum mandi -_- |
|
The Heroe was here! (Ki-Ka : Sindi, hages, Bani, saya, Iwang, dan Edo) |
Tepat pukul 10.45 WIB, 30 menit setelah pesawat mendarat berdasarkan papan keterangan di Bandara, sahabat kami muncul di Pintu Kedatangan terminal 2D, dengan wajah lelah. Kami sangat berharap, ke-6 sahabat yang menyambutnya di tanah air, dapat mengobati kelelahannya sepanjang perjalanan singkat Indonesia - India - Indonesia 3 hari ini. We know exactly that he is so exhausted. tapi kami masih punya PR untuk mengecek obat obatan tersebut dan membaginya kepada tim yang akan berobat. Jadi perjalanan kami lanjutkan ke Markas Besar Indonesia AIDS Coalition di tebet, Jakarta Selatan. setiba di kantor, semua berkumpul di ruang tengah dan menanti detik detik terbukanya koper. Semua penasaran ingin melihat obat yang memang harganya sangat mahal tersebut. tapi sebelum kemudian kita membicarakan tentang obatnya, saya salut dengan tim The Delhi Network of Positive People (DNP+) yang begitu cekatan membantu kawan kawan aktifis AIDS di penjuru dunia, untuk mendistribusikan obat obatan generik yang dibutuhkan. Semua dokumen yang telah jauh jauh hari kami kirimkan, diterima dengan baik di India, dan langsung di konsultasikan kepada Tim Dokter di India, dan kemudian Pihak DNP+ membuatkan dokumen baru dari India yang berisi lengkap catatan seperti pengantar yang dibuat oleh dr.Juverdy di Indonesia. Berikut Dokumennya.
|
Seluruh Dokumen diletakan dalam amplop resmi bertanda DNP+ |
|
Rujukan baru dari Modi's Mother and Child Care Clinic, India |
|
Dokumen dari DNP+ untuk Imigrasi dan Bea Cukai di Indonesia jika dibutuhkan |
|
Bukti pembayaran obat Sofosbuvir+Ribavirin |
|
Surat Lisensi Obat dari India |
Lengkap bukan? yap, alhamdulilah. Dokumen ini sangat berguna sebagai dokumen pelengkap perjalanan obat yang akan kami bawa pulang ke tanah air. Walaupun seharusnya tidak ada masalah dengan membeli obat di luar negeri untuk konsumsi pribadi, lain halnya jika akan diperjual belikan. Seluruh surat surat penting ini, menyertai perjalanan obat dari India ke Indonesia. terdiri dari satu amplop cokelat besar, dengan kop resmi dari The Delhi Network of Positive people (DNP+), berisi dokumen surat rujukan dari dokter di Modi's Mother and Child care Clinic di India, lalu Dokumen dari DNP+ untuk Imigrasi dan Bea Cukai di Indonesia jika dibutuhkan, Bukti pembayaran obat, dan Surat Lisensi Obat, serta dokumen penunjang seperti Passpor masing masing orang.
|
Paket Obat Sofosbuvir + Ribavirin 6 bulan untuk 4 orang |
|
Detail keterangan obat Sofosbuvir dan Ribavirin dari dekat |
Saya jujur sangat terharu melihat semua obat ini di hadapan mata saya. kenapa? Karena saya menyadari, bahwa kami, adalah satu dari ratusan orang yang masih berjuang dalam kesakitan mereka dan tidak dapat mengakses pengobatan ini karena mahal, ataupun PEG-Interferon yang sudah tersedia di Indonesia karena alasan efek samping. Tapi kembali kepada tujuan awal kami, bagaimana kami dapat berjuang untuk masyarakat indonesia yang lebih banyak, kalau kami semua sakit. Karena diam sama saja mati. Maka dengan tujuan itulah, obat ini kini hadir dihadapan kami semua. Bicara soal mahal, seberapa mahal sih obat ini.
Pemilik paten Obat Sofosbuvir yaitu perusahaan Gilead, menetapkan harga jual obat ini
untuk total periode penuh pengobatan yang memakan waktu selama 12 Minggu
sebesar US$ 84.000 (sekitar 1,1 Milyar rupiah dengan kurs 1US$ =
13.000). Ada 3 negara yang telah berhasil bernegosiasi dengan perusahaan obat tersebut, yakni negara Mesir, India serta Pakistan. Saat ini obat Sofosbuvir jenis
generik bisa didapatkan di tiga negara ini dengan harga berkisar antara
US$ 200 – US$ 300 / botol / bulan sehingga untuk total periode penuh
pengobatan selama 12 Minggu dibutuhkan biaya sekitar US 750 (sekitar 9,8
Juta rupiah dengan kurs US$ 1 = Rp 13.000). itu kenapa kemudian, kami memilih India menjadi tempat mengakses obat tersebut, karena ada beberapa aliansi aktifis yang bersedia membantu kami. Adapun total biaya yang kami keluarkan untuk membeli obat ini adalah 1.590 USD untuk setiap orangnya, yakni senilai Rp 21.147.000,-. Yup, dua puluh satu juta :' untuk tiap orang, untuk pengobatan selama 24 minggu atau 6 bulan. so it takes almost 6.360 USD untuk keseluruhan obat untuk 4 orang, delapan puluh empat juta lima ratus delapan puluh delapan ribu rupiah (Rp 84,588,000,-). Lalu kenapa masih sulit diakses di Indonesia? thats also part of my big question, dan kenapa kami membuat Petisi di
Change.org/obathepc.
Menarik lagi mudur ke belakang, bahwa saat ini telah tersedia obat di Indonesia, Kombinasi Ribavirin dan PEG-Interferon, dimana obat PEG-IFN ini dulu pun sebelum masuk ke Indonesia telah kami petisi karena harganya yang sangat mahal, yakni sekitar 80 juta rupiah untuk pengobatan 12 minggu. Namun, upaya tersebut berbuah hasil, hingga kini obat PEG-IFN dapat di akses oleh seluruh pengidap Hepatitis C, karena telah tersedia di Indonesia dan dapat diakses menggunakan JKN. Namun, sekali lagi... tidak semua orang dapat mengakses PEG-IFN, karena efek sampingnya yang berat dan tentunya tingkat keberhasilan pada pengidap ko-Infeksi HIV dan HCV yang kecil.
Maka asumsinya, Jika percepatan obat Sofosbuvir untuk teregistrasi di BPOM berhasil, maka itu baru setengah langkah.
sisanya adalah bagaimana mendorong obat ini masuk dalam Formularium
Nasional sehingga bisa ditanggung oleh JKN. kami sangat optimis, bahwa peluangnya
cukup besar. Karena obat hepatitis C sebelumnya (PEG-IFN) yang harganya 2 kali lipat dari Sofosbuvir generik ini saja ditanggung
oleh JKN. Optimis? tentu!! Bagi siapapun yang membaca dua tulisan saya tentang perjuangan untuk sehat, ayo rapatkan barisan, kita maju ke BPOM dan Menkes meminta obat ini segera tersedia dan ditanggung JKN.
|
Sofosbuvir 400 mg + Ribavirin 200 mg (ah cantiknya obat ini..) |
Maka, mulai hari Minggu 5 Juli 2015, kami (saya dan ketiga teman di Tim IAC), resmi mengkonsumsi Sofosbuvir dan Ribavirin selama 6 bulan ke depan. bersama dengan 8 orang lainnya yang juga telah mengakses obat yang sama di Indonesia. Dan 1 minggu lagi kami akan melakukan pemeriksaan cek darah awal, seperti Darah lengkap, Fungsi hati dan Fungsi Ginjal, serta Kolesterol dan Gula Darah, sebelum kembali bertatap wajah dengan dr.Juverdy untuk melihat perkembangan kerja obat dalam tubuh. Semangatkah yu? Semoga semangat tersebut dapat dirasakan dalam setiap kata yang saya ketikkan dalam blog ini. Setelah tulisan ini, 4 minggu dari sekarang saya akan update hasil pemeriksaan selanjutnya. Doakan pengobatan ini diberi kelancaran, sehingga kami dapat terus berjuang untuk mendorong kementrian kesehatan menyediakan obat yang sama bagi seluruh masyarakat Indonesia yang mengidap hepatitis C. Salam Sehat dari kami semua.
Terima Kasih kepada seluruh pihak yang mendukung dan membantu kami.
Giten Khwairakpam, Loon Gangte, dan Vikas. Terima kasih Mba Intan dari MSF, terima kasih seluruh sahabat ODHA Berhak Sehat, terima kasih kepada seluruh keluarga kami (anak, suami, istri, pacar dan orangtua), serta tentunya keluarga besar Indonesia AIDS Coalition, there is no words could describe how I felt for all of you. RESPECT!!
Halo mbak, perkenalkan saya Henny, Ayah saya pengidap hepatitis c, sudah setahun ini menjalani pengobatan suntik dan sudah dikatakan bersih dari virus, namun setelah sebulan cek virus, krn tidak kuat untuk melakukan pengobatan dengan suntik lg, pengobatan dilanjutkan dengan AHFC, namun virus masih ada dan masih bertambah banyak. Obat sofosbuvir ini jadi pilihan selanjutnya, kira-kira apakah ada kontak yang bisa saya hubungi untuk sekedar mengetahui info untuk pembeliannya di India? karena kalau menunggu sampai akhirnya dibuat genericnya oleh Indonesia, mungkin terlalu lama. Terima kasih mbak, semoga diberi kelancaran dari pengobatannya!
BalasHapusHenny (hennyzahrany@hotmail.com)
Salam mbak Ayu. Saya termasuk yg menandatangani petisi nya. Ibu saya juga mengidap Hep C. Dan smp saat ini beliau memilih cara dg obat herbal karena menganggap obat suntik nya terlalu mahal. Mohon info dimana dan harus berkonsultasi dengan dokter siapa untuk mendapatkan sofosbuvir ini. Terimakasih. Salam.
BalasHapus