sumber : google.com |
Tidak lama setelah kejadian di Bulan Maret tersebut, kejadian serupa terulang lagi. Bahkan lebih menyeramkan. Pintu kami yang sudah hancur, malam itu semakin hancur. bagaimana bisa, begini ceritanya. Saat itu ibu mertua saya datang ke Bandung dan menginap dirumah. Kondisi baik baik saja selama beberapa hari beliau datang. Bunda (panggilan saya kepadanya), tidur di kamar anak perempuan saya. Dan kami tidur bertiga (saya, anak dan suami). Lalu hari itu, entah kenapa toilet di rumah bagian depan rusak. Rumah yang kami tinggali bentuknya memanjang ke belakang, bagian depan untuk adik ipar saya, bagian belakang adalah bagian rumah saya. Saat toilet di bagian rumah depan rusak, mau tidak mau semua penghuninya harus menggunakan toilet kami di belakang. its part of living together, we really need to put tolerance between us. Itu termasuk adik ipar saya yang memiliki skizofrenia. Saat dia ke belakang untuk menumpang menggunakan toilet, dia memperhatikan kondisi di sekitar. dia melihat area lemari pakaian, ruang tengah, ruang penyimpanan buku, dan bagian bagian dari rumah ini. saat itu kondisinya sangat normal. waktu itu jam menunjukan pukul 10 malam, saya dan anak sudah bersiap untuk tidur. dan suami masih di ruang kerjanya. Kami memutuskan untuk tidak mengunci pintu, karena khawatir tengah malam nanti, akan ada yang membutuhkan toilet. Saya minta suami saya tetap menyalakan lampu ruang tengah, tapi entah kenapa dia bilang lebih baik dimatikan saja. Perasaan saya sudah tidak enak. Saya berdoa sebelum tidur.
Rumah bergaya lama ini dulu rupanya adalah klinik kebidanan milik nenek suami saya. Sehingga setiap kamar memiliki jendela yang kacanya adalah kaca nako, yang dapat dibuka keatas dan kebawah. Semoga terbayang. Pukul setengah 4 pagi, ada seseorang yang membuka jendela kamar saya.Suara derit kacanya terdengar jelas. Saya yang masih memejamkan mata, hanya mendengar suara tersebut, dan tidak lama mendengar suara suami saya bertanya kepada adiknya yang ternyata berada di luar jendela kamar kami. persis di tengah ruang keluarga kami "ada apa?". tidak ada jawaban. entah sudah berapa lama dia berdiri di depan sana, mengawasi kami yang sedang tidur. lalu dia bergegas pergi menjauh dari depan kamar, tidak lama ada suara pecahan kaca. Praaaaannngggggg!!!!!
sumber gambar : www.hd2wallpapers.com |
Saya langsung terbangun dan memegang tangan suami saya. Saya pikir dia membanting pintu terlalu kencang, sehingga menyebabkan kacanya pecah. Lalu suami saya keluar dan memeriksa keadaan. Saya mendengar percakapan mereka dari dalam kamar. "kenapa?" - "gua lagi kumat nih a!, gua gak bisa diginiin terus, gua harus ngebunuh si ayu." mendadak saya tidak bisa mendengar satu patah kata pun dari percakapan mereka. telinga saya penging dan kepala saya sakit. Saya hanya merasakan ketakutan. Tidak lama saya mendengar suami saya mengunci pintu yang sepertinya kacanya sudah pecah tersebut. Dan mendengar langkah kaki suami menuju kamar mandi. Saya pikir keadaan sudah baik baik saja, kami kembali tidur. Saya dan anak saya memasukan kaki kedalam selimut.
Tidak lama saya merasa ada seseorang yang membuka pintu kamar kami, lalu menutupnya lagi, sungguh perlahan, hampir tidak ada suara derit pintu. Saat saya membalikan badan dan melihat, sesosok tinggi besar sudah ada persis di samping kasur, tepat di hadapan saya. matanya melotot, tangannya seperti hendak meraih saya. tangannya berlumuran darah. Mulutnya terkatup. Tatapannya kosong. Saya berteriak kencang. itu adalah adik ipar saya. Anak saya yang berada di sebelah berteriak lebih kencang. teriakan kami tidak menyurutkan langkahnya. Sedetik kemudian, suami saya berlari dari kamar mandi tanpa menggunakan celana, meraih tubuh adiknya dan membawanya keluar. Saya menangis ketakutan. Saya tidak tahu apa yang akan terjadi, jika suami saya tidak datang. Memang tidak terjadi apapun pada saya. tapi saya merasa, dia seperti akan membunuh saya barusan. Suami berusaha menenangkan saya. Sang adik rupanya langsung masuk kedalam kamarnya dan tidur. entah dengan perasaan seperti apa. Saya yang masih menangis, sayup sayup mendengar ramai. Semua anggota keluarga berkumpul, ada yang membersihkan pecahan kaca dari bagian pintu kami yang ternyata dipukul oleh tangan sang adik. itu kenapa tangannya tadi berlumuran darah. lalu ibu mertua saya, berusaha menghubungi keluarga yang lain dan mencari bantuan.
Tepat pukul 6 pagi. Sebuah mobil Avanza, beserta 4 orang pria berbadan besar dengan tenang membawa adik kami ke Panti Rehabilitasi milik dokternya. Panti Nur Ilahi namanya, masih berada di area kota Bandung. Selama 14 hari kedepan, dia akan mendapat perawatan intensif dari sang dokter. Paling tidak begitu cerita yang saya terima. Dan selama 14 hari tersebut saya berusaha menenangkan diri dari bayangan adik ipar saya, yang kerap menghantui mimpi saya setiap malamnya. Tapi kemudian saya mendengar kabar bahwa, ada pilihan, adik kami dapat dibawa ke Panti milik Dinas Sosial di daerah Bogor. Disana, (katanya) pasien dengan gangguan jiwa akan mendapat penanganan intensif sekalian dengan peningkatan kapasitas kerja, diberi life skill. Tapi dia akan terisolasi? tanya saya pada suami. suami mengangguk. Saya kemudian menyarankan untuk tidak membawa sang adik kesana. Bagi saya yang hidup dengan HIV, perawatan terbaik adalah bersama keluarga. Tidak ada yang lebih baik. Sehingga, saya tidak setuju dengan pilihan tersebut. meskipun banyak hal yang telah menimpa kami sekeluarga.
Selama adik kami berada di Panti Nur Illahi, saya dan suami sibuk mencari jalan keluar. Keluarga inti lainnya tetap bersikukuh untuk membawa sang adik ke Panti milik Dinsos. Saya mencari tahu informasi dari Keluarga Peduli Skizofrenia Indonesia (KPSI). Saya mencari akun facebok Mas Bagus Utomo, dan berteman dengannya di facebook. Saya mengiriminya pesan yang panjang (seperti berkonsultasi). Saya bertanya tindakan apa yang harus kami lakukan. Beliau sebagai ketua KPSI, menyarankan hal yang sama sepaham dengan apa yang ada di benak saya. tidak membawanya ke Panti milik Dinsos. pengidap Skizofrenia, kunci utamanya adalah minum obat teratur. Jika tidak, waham dan halusinasi akan kembali hadir, dan kita tidak bisa memprediksi apa yang akan terjadi. Selain itu Mas Bagus juga mengatakan, bahwa keluarga menjadi kunci utama pemulihan pasien. Jika keluarga tidak terlibat, maka hancurlah sudah. Seperti hidup bersama zombie. begitu rupanya. Namun, dengan mengirimnya ke panti pun saya sepakat bukanlah sebuah solusi. Karena seperti membuang anggota keluarga kita. Kta tidak bisa memastikan apakah sang adik akan terjamin kehidupannya disana, makannya, kesehatannya, terlebih lagi kondisi psiskis dan mentalnya, karena selama 2 tahun akan di isolasi dari dunia luar. Bagaimana mungkin, setelah 2 tahun berada di dalam, dia akan bisa bergaul dan berbaur dengan masyarakat. sepertinya sulit untuk dicerna oleh akal sehat.
Saya lalu mengajak suami saya berdiskusi dan membuat beberapa kesepakatan. pertama, saya meminta suami memperbaiki semua pintu di rumah saya yang rusak, dan pecah, Menggantinya dengan yang baru, serta memasang dengan yang lebih kuat. jangan ada pintu berkaca. Dan pasang kunci pengaman extra. Kedua Saya meminta suami menjadi orang kunci yang akan mendampingi adiknya. Keputusannya kia akan membawanya pulang kerumah. Dan suami saya, yang mana adalah kakaknya wajib mendampinginya. Mengawasi pemberian obatnya yakni 3 kali sehari, menemani setiap kontrol ke dokter, rutin mengajaknya berdiskusi dan berbincang setiap sore dan pagi hari. Dia sepakat dengan keduanya. Dan yang terakhir, Saya harus mengikhlaskan diri, waktu suami saya akan terbagi, selain untuk pekerjaan, juga untuk adiknya lalu untuk saya. karena tidak ada lagi yang dipercaya oleh sang adik, kakak laki lakinya inilah yang menjadi panutan. sehingga saya yakin, saat suami saya turun tangan dan terlibat langsung dalam perawatannya, adik kami akan pulih. Selama ini suami saya cenderung cuek, bagaimana dengan ibu dan kakak perempuannya, jangan ditanya.
***
Hari ini sudah sebulan, sejak adik kami berada dirumah. Kondisinya jauh lebih baik. Suami saya, setiap pagi, siang dan malam, menemaninya makan, lalu menunggu sampai obat diminum. Jika sedang berada di luar rumah, dia akan rutin mengecek melalui telfon apakah sang adik sudah makan dan minum obat. Untuk menyibukan sang adik, suami kini rutin mengajaknya membantu pekerjaannya. Mengantar barang, mengambil bahan, ke tukang jahit. Suami saya yang bekerja di industri pakaian, memang cukup padat jadwalnya. Ya, saya ikhlas, suami saya harus mengurus sang adik. Demi kebaikan bersama. saya masih sedikit khawatir, karena skizofrenia bisa kambuh sewaktu waktu. we'll never know. Saya masih belum berani menegur, pernah sesekali, tapi setelah itu dada saya kembali berdegup kencang. Sesekali dalam seminggu, suami saya akan mengajak sang adik berjalan kaki ke arah alun alun, atau pergi ke Dago bagian atas, supaya mendapat udara sejuk. Kondisi adik saya membaik. Sebulan ini dia tidak pernah kambuh. Dia lebih ceria, lebih sering tertawa dan ngobrol bersama kakaknya, sudah tidak takut untuk bertemu dengan orang lain. Sudah bisa diberikan tanggung jawab yang sederhana seperti membantu pekerjaan suami saya dan merapihkan rumah bersama sama. Saya sungguh bersyukur, bahwa keputusan kami tidak salah.
Hari ini 6 Juni dia berulang tahun yang ke 28. Ya, usia kami hanya terpaut satu tahun. Walau saya tidak pernah mengenalnya dengan cukup baik, dari mulai saya pacaran dengan suami hingga kini. Sekalipun banyak hal yang terjadi menimpa saya setelah menjadi bagian dari keluarga ini. Saya merasa tidak ada salahnya Satu kali Dalam Hidup, Mari Buat Seseorang Merasa Bahagia. Tadi malam saya meminta suami membelikan kue tart dan lilin, "besok pagi, kamu bangunkan dia. lalu minta dia tiup lilinnya. Ucapkan selamat ulangtahun, dan doakan dia." kata saya pada sang suami. Dan dia senang sekali dengan permintaan saya. Dia memeluk saya. lalu bagaimana dengan saya. Saya? tidak, saya masih belum memiliki keberanian untuk berhadapan langsung dengannya dan berkomunikasi. Tapi dalam doa, saya memberikan pengharapan terbaik agar dia dapat berkomitmen mengkonsumsi obat, agar kemudian Tuhan serta alam semesta memberikan kehidupan yang paling baik untuknya. Selamat Ulang Tahun Ginda, adik iparku yang memiliki Skizofrenia. Semoga Tuhan selalu memberikanmu perlindungan dan kesehatan. amin.
Sumber : google.com |
Ya Allah, kebayang gimana seremnya pas masuk kamar berlumuran darah itu, Mbak. Kalo saya mungkin lebih milih si adik masuk panti, saya orannya trauma akut. But, semoga adiknya sembuh total. Waktu SMA saya juga tinggal sekamar di pesantren sama pengidap skizo, tiap malam ga pernah tidur. Ada lampu pun dia mati2in semua & milih kelilingin pondok sambil bawa lilin. Kalo udah ngamuk kayak kerasukan setan.
BalasHapusiya memang menyeramkan.. :(
Hapustapi kasihan kalau dia harus di Panti dan jauh dari keluarga.
Mohon doanya ya, supaya pengobatannya bisa lancar supaya jiwanya bisa stabil.
mulia sekali hati Mbak, walau bayang2 adik yg terkena skizo selalu menakutkan..ttp Mbak bisa menerima keadaan dgn apa adabya.. Bahkan terbersit ide dan pemikiran utk membahagiakan adik ipar..
BalasHapusSaya pernah merasakan stigma dan diskriminasi yang kuat terkait HIV mbak.
HapusSaya ga mau sampe ada org2 terdekat merasakan hal yang sama hanya karena mereka memiliki kebutuhan perhatian ekstra. Mohon doanya ya mbak :)
Semoga mbak ayu sekeluarga diberi kesabaran, kekuatan, keikhlasan, dan kesehatan ya..
BalasHapusAminnn aminnn Ya Robb. terima kasih banyak doanya mbak :)
HapusSalam kenal mbak, kisahnya touchy sekali.. Semoga mbak dan keluarga diberikan jalan terbaik dan adik mbak diberikan kesembuhan ya mbak.. InsyaAllah semuanya pasti ada hikmahnya :)
BalasHapusAminn ya Allah, terima kasih doanya.
HapusSalam kenal juga mbak :)
Salam kenal Mbak. Semoga Mbak dan keluarga selalu sehat dan kuat dan diberi kesabaran membimbing adik iparnya ya. Semoga adik iparnya juga kondisinya cepat membaik dan nggak pernah kambuh lagi. Salut sama kesabaran dan keberanian Mbak untuk memutuskan tetap merawat sang adik.
BalasHapusSemakin membaca blog mba ayu semakin kagum..Your one of the kind mba:) respect..salut..kangen tanya2 d bbm odha lagi cuma skrng udh ga aktif hiks
BalasHapus