Catatan Sabtu, 23 Mei 2015
doc rumah cemara |
***
Jejeran Quilt karya keluarga (Doc. Pribadi) |
Taman Musik centrum, di depan SMA 5 Bandung sejak pagi sudah ramai dipenuhi oleh banyak orang. mereka adalah kawan kawan dari Rumah Cemara yang hendak melakukan kegiatan Malam Renungan AIDS Nusantara. ide kegiatan ini, tentunya terinspirasi dari momentum AIDS Candlelight memorial yang telah dilakukan sejak tahun 1983. Sejak saat itu, banyak kelompok kelompok yang peduli terhadap isu HIV AIDS, memiliki iniasif untuk melakukan hal serupa. Mengutip apa yang disampaikan oleh pihak rumah cemara, bahwa kegiatan ini dilakukan bukan untuk merayakan duka cita ataupun lara nestapa, ini tentang berbagi semangat melampaui dimensi ruang, waktu dan tempat. Sore itu saya datang bersama malika dan papinya. dua orang yang kini menghiasi hari hari saya dengan segala macam rasa. Dua orang yang selalu menguatkan saya, saat suka dan duka.
Bersama Kuldesak Sg (Doc.Pribadi) |
tempat ini semakin penuh sesak oleh orang orang yang beberapa wajahnya amat saya kenal. ya, saya sangat bahagia, karena kegiatan ini dapat sekaligus mengobati kerinduan saya terhadap teman teman yang pernah membantu saya berjuang di awal mengetahu status HIV 6 tahun silam. Saya menahan air mata sudah sejak awal, saat melihat teman teman dari Kuldesak Support Group Depok, dengan personil lengkap datang ke Bandung. kami berpelukan erat, satu persatu dari mereka saya sambangi dan dengan senyum merekah, kedua tangan mereka terbuka siap menerima saya untuk mereka peluk. Saya juga kemudian melihat banyak teman dari Garut, sahabat sahabat pejuang dari daerah nan indah dan asri. Mereka berangkat menggunakan sebuah mobil, dengan membawa pesan pesan kerinduan yang sama seperti saya. Kerinduan pada mereka yang telah tiada. Saya juga semakin senang saat dapat bersilaturahmi dengan teman teman dari Borromeus Support Group, teman teman ODHA dari Bekasi dan tentunya keluarga besar Rumah cemara itu sendiri. lebih dari lima puluh orang saya peluk hari itu. Percayakah kalian, HIV melemahkan kekebalan tubuh saya, namun membesarkan hati saya dan mempersatukan kami menjadi sebuah keluarga? ya, keluarga yang mungkin tidak pernah dimiliki oleh kebanyakan orang orang yang memiliki penyakit tertentu.
doc.pribadi |
Malam mulai datang, setelah azan Maghrib bergema kegiatan dimulai. Paduan Suara dari Universitas Kristen Maranatha, membuka dengan lagu Heal The World, dari sang musisi legendaris yang juga sudah wafat, Michael Jackson. Hati saya mulai bergetar, kantung mata sudah sedikit basah mendengar lirik lagunya, dimana pesan perdamaian tergambar jelas dalam lagu tersebut. Dan HIV, menjadi saksi bahwa virus ini betul dapat menyerang siapapun, tanpa memandang wajah, kulit, agama, harta, jabatan, latar belakang pendidikan sekalipun tingkat keimanan pada Tuhan. Namun dibalik fenomena dan kenyataan yang pahit tersebut, HIV juga mempersatukan mereka, orang orang yang hidup dengan virus ini, serta keluarga dan masyarakat yang terdampak langsung.
Hari ini, 86 Quilt telah dibuat. Sebuah karya dari tangan tangan yang pernah ditinggalkan oleh mereka yang memiliki HIV, terpapampang rapih di tengah taman. Nama nama terukir indah diatasnya, terdapat pula tanggal dimana seseorang tersebut dilahirkan, dan tanggal dimana akhirnya dia pergi. Bait bait puisi, ornamen ornamen yang khas akan pribadi dan semangat dari orang orang tersebut, tergambar jelas. Saya menyusuri tiap quilt satu persatu, dan terhenti pada quilt yang saya buat seminggu kemarin. Ya, saya memutuskan untuk ikut berpartisipasi untuk membuat quilt ini, sebuah pesan singkat saya torehkan diatasnya. "Things End. But Memories, Last Forever" kata kata yang merepresentasikan perasaan saya kepada sosoknya yang telah pergi. Saya kemudian memutuskan untuk duduk di undakan tangga taman, dan berusaha menenangkan hati yang semakin tidak karuan.
Sejak minggu lalu saya sudah diinformasikan oleh Adit dan Rani, pasangan suami istri yang menjadi inisiator kegiatan ini, bahwa saya diminta untuk berbagi tentang perasaan yang muncul saat membuat quilt ini. Disitu saya berfikir keras, saya pasti tidak mampu menahan tangis. Namun saya tidak menolak, dengan izin dari keluarga, serta diri saya sendiri, saya menguatkan langkah saya untuk berbagi malam ini. Manik Prajana, yang di era tahun 90-an dikenal dengan senandung manis dari grup band-nya La Luna, menjadi pembawa acara pada malam ini. Saat sesi berbagi dimulai, saya diminta untuk berjalan ke tengah, ke arah quilt yang bertorehkan nama Abet diletakan. Manik kemudian bertanya, tentang kenangan apa yang paling saya ingat dari sosok almarhum. Tangan yang sudah menggengam microphone, bergetar tidak menentu. Saya belum berbicara, namun air mata ini akhirnya mengalir. lalu saya mulai mengatur nafas, satu satu.. dan mulai menceritakan kepada manik, dan ratusan orang yang hari itu duduk di tengah langit kota bandung.
Saya ingat, ujar saya. Hingga saat saat terakhirnya sakit. Dia selalu berpesan, bahwa jika saya sedang bersedih, senyumlah. begitu ujarnya kepada saya. Karena dalam senyum, saya bisa menemukan kebahagiaan yang sejatinya ada di dalam diri sendiri. Saya juga ingat saat almarhum berpesan untuk selalu mengijinkan tubuh saya untuk sehat, menguatkan tubuh ini, jika saya sedang sakit. Dan pesan tersebut, melekat erat dalam sendi sendi dan darah yang mengalir di tubuh saya. Pengobatan Lini 2 yang sedang saya jalani tidak bisa dibilang mudah. kondisi yang naik turun, menyebabkan saya kadang tidak bisa melakukan apa apa. Saya sedih kalau harus berhenti beraktifitas, maka senyum dan semangatlah yang saya punya yang menjadi bekal saya untuk sehat. Saat cerita demi cerita mengalir, air mata saya sudah tidak terbendung lagi. Suara yang sengau, hidung yang mampet dan mata yang basah, membuat saya sedikit pusing. Di akhir kesempatan berbagi, saya juga berterima kasih kepada suami saya yang Tuhan pertemukan, di saat yang tidak saya duga. Suami yang tidak memiliki HIV, suami yang sabar dan baik hatinya, yang ikhlas berjuang bersama kami, untuk menghadapi kehidupan dan mencari kebahagiaan.
doc.pribadi |
***
Ini kali pertama dalam hidup saya menangis di hadapan ratusan orang. Saya tidak malu, walau sedih harus menunjukan rasa sakit dan kehilangan yang mendalam pada sosok yang telah pergi. Namun saya bangga, saya bahagia, karena saya masih diberikan kesempatan untuk membagi perasaan perasaan yang tersembunyi. Perasaan ini, menguatkan saya setiap harinya. Dan kini, kekuatan itu, telah saya bagikan kepada mereka yang hadir malam ini, kekuatan melalui air mata dan kehadiran kita semua. Saya meyakini bahwa kehidupan tanpa harapan akan menjadi kehampaan. Namun Kehidupan penuh pengharapan, akan membukakan jalan kita kepada kebahagiaan.
doc. Rumah Cemara |
lantunan lagu lilin kecil dan usah kau lara kecil bergema di taman malam itu. Lilin lilin yang telah dinyatakan, menerangi gelapnya malam yang hanya bersinarkan cahaya bulan dan bertaburkan bintang bintang. tangan yang saling menggemang, pundak yang saling merapat, dikuatkan dalam doa kedamaian yang bersama dibacakan, suara Ginan menggema, memimpin pembacaan doa yang secara universal dapat diterima oleh semua kalangan.
Hidup tidak pernah mudah. Sakit tidak pernah menyenangkan.
God, grant me the serenity
to accept the things i cannot change
courage to change the things I can
and wisdom to know the difference
Hidup tidak pernah mudah. Sakit tidak pernah menyenangkan.
namun Selalu ada pesan tersembunyi, rahasia tuhan merupakan kejutan kejutan yang dapat kita syukuri setiap saat. yes, today.. "I'm thankful for the good effect these have on my health". Terima kasih Rumah Cemara, menjadi bagian dari keluarga besar ini merupakan anugerah. Tangan tangan dan senyum kalian, menjadi kekuatan baru malam ini. Semoga Tuhan dan Alam semesta senantiasa mempersatukan kita dalam kebaikan, dan menjauhkan stigma dan diskriminasi didalamnya. Amin.
----
doc. Rumah Cemara |
Tulisan ini diikutsertakan dalam Kompetisi Menulis Blog Malam Renungan AIDS Nusantara bersama Rumah Cemara dan Warung Blogger.
Menangislah, mba! Tapi setelah itu, semangat lah!
BalasHapussemangat mbak
BalasHapus