sumber : google.com |
Yoke Ferdinandus, Sahabat Penuh Kekuatan
Catatan 19 Mei 2015
Catatan 19 Mei 2015
Siapakah diantara kita yang sudah menonton film besutan Sutradara Charles Gozali, berjudul Nada Untuk Asa? Bagi pecinta film Indonesia, harusnya wajib nonton film ini. Nada Untuk Asa adalah film drama Indonesia yang dirilis pada 5 Februari 2015. Inspirasi cerita film ini datang saat Charles Gozali melihat tayangan Mata Najwa episode "Hidup Dalam Stigma" yang tayang pada Oktober 2013. Beberapa bulan kemudian, Charles bersama sederet pemeran papan atas seperti Marsha Timothy, Acha Septriasa, Mathias Muchus, Darius Sinathrya, Butet Kartaredjasa, hingga Wulan Guritno mewujudkan gagasan Charles itu dalam film, Nada Untuk Asa. Siapa yang pernah menduga bahwa latar belakang film ini adalah kisah seorang perempuan yang memperjuangkan hidupnya dengan segala problematika HIV AIDS dalam hidup. Dan siapa yang pernah menyangka, bahwa kisah hidup yang difilmkan oleh Charles Gozali ini, merupakan kisah seorang perempuan bernama Yurike Ferdinandus, teman saya.
Yurike Ferdinandus, yang biasa saya panggil Mbak Yoke ini memiliki ayah berdarah Ambon-belanda dan ibu berdarah bali ini, saya kenal sejak tahun 2011. Saat itu adalah kunjungan pertama saya ke Bali untuk mengikuti Training of Trainer Hak Kesehatan Seksual dan Reproduksi yang diselenggarakan oleh organisasi kami Ikatan Perempuan Positif Indonesia (IPPI) di Bali. Yoke, sosok yang sederhana, keibuan (tentunya) karena beliau adalah seorang ibu, dan memili 3 orang putra yang luar biasa Nyoman, Wisnu dan Yoga. 7 hari lamanya belajar mengenai Kesehatan Seksual dan Reproduksi, kepala saya panas. Bukan jenuh karena materi yang diberikan yang terdiri dari 9 bagian tersebut, namun kesadaran kesadaran yang muncul di setiap materi membuat saya rasanya ingin menangis, mengingat begitu banyak persoalan dalam diri saya yang masih belum saya temukan. Di dalam pencarian tersebut, saya menyudahi rangkaian kegiatan pelatihan dengan memperpanjang keberdaan saya di Bali, Holiday time!
Saat Mbak Yoke mengajak saya berkeliling bali |
Berpose bersama di Uluwatu |
Melihat Nyoman, putra ketiga Yoke yang pandai menari |
Yup, saya extend dari 7 hari menjadi 10 hari.. dan Mbak Yoke lah yang berbaik hati menampung kami (Saya, Aci dan Melly) untuk selanjutnya bersama keluarga mbak Yoke berlibur mengelilingi pulau Dewata Bali. Walau waktunya tidak lama, terbilang sungguh singkat, namun kebersamaan kami meninggalkan kesan mendalam terhadap sosok seorang Yurike Ferdinandus dan keluarga yang sekaligus memperkenalkan budaya serta adat istiadat Bali kepada saya. Mengenal ketiga putranya lebih dekat dan menghabiskan waktu untuk ngobrol lebih dalam tentang kisah hidupnya, yang hingga kini bertahan dengan segala problematika HIV AIDS di sekitarnya. Yoke adalah satu dari puluhan perempuan tangguuh yan pernah saya kenal dalam hidup. Kami sama hidup dengan HIV, namun kami tidak mau menyerah dengan keadaan. Kami selalu membuktikan, bahwa meskipun hingga kini HIV menjadi momok yang menakutkan bagi masyarakat awam, namun kekuatan dalam diri kami, mengalahkan tembok pembatas di hadapan kami untuk melanjutkan hidup.
Melepas rindu di Bandung, setelah beberapa tahun tidak berjumpa |
Hari ini, 19 Mei 2015, Saya mendapat informasi bahwa Yoke sedang berada di Bandung, bersama beberapa teman dari Bali untuk berlibur. Tanpa berfikir dua kali, saya langsung mengontaknya dan mengajaknya bertemu. Pertemuan kami hanya berlangsung di forum forum HIV AIDS saja, selebihnya berkomunikasi via pesan singkat, telfon, whatssap dan social media. bertempat di Cafe Halaman, saya sekeluarga bertemu dengan Yoke dan Dewi. Kami melepas rindu sambil menikmati hidangan makan malam. Waktu 2 jam sangat singkat, dan sungguh kurang untuk kami bertiga saling bercerita tentang banyak hal. Tentang anak anak kami, kehidupan keluarga kami, tentang HIV, tentang obat, tentang situasi kami masing masing saat ini, dan banyak lagi.
Saya menyadari, dan mungkin juga banyak teman perempuan dengan HIV lainnya merasakan hal yang sama. bahwa cukup sulit bagi kami untuk berinteraksi dengan sahabat sahabat lama diluar komunitas HIV AIDS, akan ada tatapan aneh, atau pertanyaan yang berhubungan dengan moral yang hadir ditengah kami. Namun, saya memiliki pandangan yang sama dengan Yoke. Kami sama sama memutuskan untuk terbuka mengenai status HIV kami. Mengapa? karena kami lelah dengan segala cap buruk yang menempel pada teman teman ODHA, kami lelah dengan Stigma dan diskriminasi masyarakat. Kami Bercerita untuk membuka mata. Walau HIV telah ada di tubuh kami, menjadi bagian dalam kehidupan, memberikan segala macam rasa dalam hidup.. namun kami tetaplah kami. kami adalah perempuan, istri, ibu, anak, kakak, adik, sahabat. kami adalah Manusia, dan HIV tidak melumpuhkan semangat serta kekuatan kami untuk berkarya, untuk melakukan sesuatu, untuk bersama masyarakat menciptakan perubahan.
“Saya memberanikan diri untuk terbuka, karena saya tidak mau ada diskriminasi, saya capek didiskriminasi. Saya juga manusia juga, berhak hidup sama-sama, kami juga berhak bernafas di dunia ini,kami masih bisa bekerja dengan minum obat,kami juga masih bisa hidup layak. Sampai detik ini,saya masih hidup. Bagi orang-orang yang mendiskriminasi temen-teman ODHA, mulailah membuka wawasan, mulailah membuka diri bahwa kami tidak seperti yang mereka bayangkan. Penyakit kami bukan penyakit yang kotor, kami ibu rumah tangga, kami orang baik-baik juga. Kami juga tidak tahu sampai kami bisa terinfeksi seperti ini, kami juga tidak minta seperti ini. Jadi tolong saya berani terbuka seperti ini, karena kalau tidak dari saya sendiri,kalau bukan dari teman-teman ODHA sendiri yang membuka “ya saya positif HIV”, mungkin orang di sekitar sini sekali dua kali, sehari dua hari mungkin mereka akan menjauhi, tapi dengan berjalannya waktu saya ingin membuktikan bahwa saya akan tetap bisa hidup.” -Yoke (sumber : Kisah Inspiratif reportase 5)
dokumentasi pribadi Yoke |
Diakhir pertemuan kami, Yoke juga bercerita pada saya bahwa sekarang dia jauh lebih bahagia. Walau sudah tidak menjabat menjadi Koordinator Provinsi IPPI Bali, Yoke kini bisa lebih fokus mengurus ketiga anaknya Nyoman yang duduk di Bangku kelas 1 SD, Wisnu yang duduk di Bangku kelas 2 SMP dan Yoga anak Sulungnya yang duduk di kelas 1 SMA, serta berkreatifitas dengan teman teman di Bali Diamond. terima kasih Mbak Yoke, pertemuan hari ini, membuat saya semakin semangat menjadi perempuan yang hidup dengan HIV. Meskipun sedang dalam fase pemulihan karena regimen obat yang baru, saya optimis, dapat terus sehat, dan memberi lebih banyak manfaat bagi sesama manusia.
Referensi :
- http://www.reportase5.com/kisah-inspiratif-inilah-orang-dalam-film-kisah-nyata-nada-untuk-asa/
-http://www.odhaberhaksehat.org/2014/mengenal-lebih-dekat-yoke-dan-teman-odha-perempuan-di-bali/
- http://id.wikipedia.org/wiki/Nada_Untuk_Asa
- Trailer Nada Untuk Asa bisa dilihat disini
- Mata Najwa Episode Hidup Dalam Stigma bisa dilihat disini
bali masih menyimpan sejuta cerita indah~
BalasHapusSaya punya saudara odha. Saya pengen membantu menumbuhkan semangat hidupnya lagi. Bisakah dia saya ikutkan Ke komunitas ini? Saya harus menghubungi siapa? Mohon bantuannya,dan sebelumnya saya ucapkan terima kasih atas bantuannya.
BalasHapus