Destinasi kami keesokan harinya adalah Taman Hutan Raya Ir. H. Juanda. Taman hutan ini terletak di area Dago Pakar juga. Tidak sulit ditemui karena di sisi jalan, kita sudah bisa melihat dengan jelas pintu gerbang masuk yang bertuliskana taman hutan ir. H juanda. Tempat ini juga biasa menjadi destinasi favorit mereka yang gemar hiking, bersepeda dan menikmati alam nan hijau seperti keluarga kami.
Kami berangkat pagi pagi sekali, sekitar pukul 6.30 kami sudah berangkat dari rumah, dengan tujuan, supaya udaranya masih sejuk dan belum begitu ramai pengunjung. Kami tiba disana sekitar pukul 6.45, perjalanan hanya memakan waktu 15 menit karena memang masih sepi. Setiba disana, di pintu masuk kita langsung membayarkan tiket masuk seharga sepuluh ribu per-orangnya untuk orang dewasa, dan untuk anak anak di bawah usia 6 tahun gratis, biaya parkir kendaraan bermotor seharga lima ribu rupiah. Seperti dugaan dan perkiraan kami, areal wisata alam taman hutan ir.h.juanda masih sangat sepi. Karena (mungkin) masih pagi jadi banyak diantara warga bandung yang masih lelap dalam tidurnya.
Hal hal yang harus diperhatikan saat datang
ketempat seperti taman hutan ini adalah seperti berikut :
1.
Menggunakan
pakaian yang nyaman, (celana panjang/pendek) dengan bahan yg tidak panas, -
kalau kami sekeluarga memutuskan untuk mengenakan training pakaian olahraga.
2.
Jangan
lupa bawa jaket, karena di sini udaranya relative dingin. Kalau punya jaket
berbahan parasut, bisa silahkan digunakan untuk mengantisipasi hujan yang
datang. Atau..
3.
Kita
juga bisa bawa payung.
4.
Bawa
air minum,sendiri, menggunakan tumbler supaya kalau habis kita tidak repot
membuang sampah, walaupun disediakan tempat sampah di banyak sudut hutan.
5.
Gunakan
sepatu atau sandal yang bisa dipakai untuk hiking. Walaupun sudah ada track
yang dibuat dari batu batu, akan lebih nyaman jika kita menggunakan sepatu atau
sandal gunung yang kuat, yang bisa menopang kaki kita untuk perjalanan jauh.
6.
Bagi
yang senang mengenakan topi, selain supaya keren, topi juga bisa melindungi
kita dari gerimis yang suka datang tiba tiba.
7.
Kita
juga bisa membawa perbekalan seperti roti atau snack snack untuk dimakan selama
perjalanan. Tapi jangan lupa, jangan buang sampah sembarangan ya.
8.
Oh
ya, jangan lupa juga untuk membawa ‘tongsis’ supaya kita bisa mendokumentasikan
foto kita tanpa harus meminta pertolongan orang orang, seperti kami yang saat
datang kesini tidak banyak pengunjung.
Nah, sederhana, namun jangan sampai ada yang terlupa
ya. Nah, berikut cerita perjalanan malika dan mami papinya selama taman hutan
ir.h.juanda. saat masuk ke area hutan, kami langsung mencari pondokan untuk
sarapan terlebih dahulu. Sebelumnya, kami sudah membeli bekal berupa pisang
goring dan ketan, khas bukit tinggi, yang dijual di dekat universitas
padjajaran. Rasanya enak dan legit, dan tentunya wadah makannya sangat
bersahabat dengan lingkungan, hanya pakai daun pisang lho! Selesai sarapan,
kami membersihkan areal tempat kami makan dan bergegas menuju papan petunjuk
untuk mengetahui berapa jarak yang harus kami tempuh dan kemana saja tempat
yang ingin kami datangi.
Lho, memangnya ada apa saja disini? Areal taman
hutan ir.h.juanda, dahulu kala bukan merupakan area hutan wisata seperti
sekarang ini. It’s a real forest, dimana didalamnya terdapat situs peninggalan
zaman penjajahan belanda dan jepang. Wah.. apa itu? Yup, didalamnya terdapat
Goa Jepang dan Goa Belanda. Didalamnya juga terdapat penangkaran rusa, serta
air terjun air terjun yang terpisah di beberapa titik. Membaca papan petunjuk
tersebut, malika makin bersemangat dan penasaran, kira kira apa yang akan kami temui
disana ya.
Sepanjang perjalanan, malika bernyanyi nyanyi
sambil sesekali bertanya tentang “ini pohon jenis apa?”, “berapa tingginya,
apakah sampai langit?” “kita masih jauh atau gak?”, “kalau belok kesini kemana,
kalau belok kesitu kemana?” dan banyak lagi pertanyaan pertanyaan yang dia
lontarkan. Di area taman hutan ir.h.juanda, jalur pedestrian atau pejalan
kakinya sudah sangat nyaman, karena sudah dibuat dengan bebatuan yang nyaman
untuk ditapaki. Walaupun masih ada juga beberapa titik yang penuh dengan
kubangan tanah, akibat tanah tanah yang longsor kecil dari tebing disisi jalan,
dan hujan yang turun. Sehingga sepatu/sandal yang nyaman dan dan aman sangat
dibutuhkan untuk melalui jalur sepanjang hutan ini.
Melintasi jalur hutan kami menemui petunjuk
pertama. Masih 300 meter lagi menuju Goa jepang. Walaupun kami sudah berjalan
cukup jauh, malika masih tetap bersemangat, bahkan sampai lupa harus banyak
mengkonsumsi air putih, sehingga harus saya ingatkan. Lalu tiba juga kita di
Goa Jepang. Dan mata malika langsung melirik papan petunjuk yang menerangkan
tentang Goa Jepang ini. Berikut yang tertulis didadalm papan informasi tersebut
tentang Goa Jepang.
“Goa Jepang di Tahura Ir.H.Juanda adalah satu
dari puluhan goa jepang yang tersebar di seluruh Indonesia yang umumnya dibuat
pada tahun 1942-1945. Ketika masa pendudukan jepang, kota Bandung merupakan
markas salah satu dari tiga kantor besar (bunsho) di pulau jawa. Bandung juga
menjadi tempat pemusatan terbesar tawanan perang mereka, baik tentara koninklijke Nederlands indische Leger /
KNIL (Tentara Hindia-Belanda) dan satuan sekutunya, maupun warga sipil.
Pada Masa itu selain memanfaatkan goa buatan belanda, jepang juga
menambahkan sejumlah goa di kawasan ini. Goa goa buatan Jepang dipergunakan
untuk keperluan penyimpanan amunisi, logistic, dan komunikasi radio pada masa
perang. Pada Masa perang, kawasan Tahura tertutup bagi masyarakat umum.”
Waduhhh kebayang gak sihhhh kala itu seperti
apa sih kondisi disana pada jaman penjajahan kepang. Agak ngeri sih ya
sebenernya, selain memang masa perang yang mencekam, konon katanya area goa
jepang ini memang dibuat juga untuk tempat para tawanan perang. Selain Malika
yang terkesima dengan pesona alam, malika juga terperangah melihat goa jepang
yang begitu gelap dan dingin dari depan mulut goa-nya. Setelah menyesuaikan
jumlah pintu goa dan ventilasi goa dengan peta yang ada di papan petunjuk, kami
lalu melanjutkan perjalanan dan tiba di Goa selanjutnya, Goa Belanda.
Goa Belanda letaknya tidak jauh dari goa Jepang.
Tapi buat malika tetap jauh, karena jalan yang berliku membuatnya harus
mengeluarkan energy lebih untuk tiba di Goa Belanda. Berbeda dengan Goa Jepang,
di goa belanda ini hanya ada satu pintu utama dan beberapa ventilasi. Kalau goa
jepang ada banyak pintu yang terhubung satu dengan lainnya. Beberapa didalamnya
juga terdapat pintu jebakan. Kalau goa belanda memiliki satu pintu utama dan
bercabang didalamnya. Goa Belanda
dibangun jauh sebelum Jepang datang ke Indonesia, yakni sekitar tahun 1918, di
goa ini fungsinya hamper mirip dengan goa jepang, yakni tempat amunisi, markas,
dan tempat tahanan pasukan Belanda. Setelah (sama) membaca papan ptunjuk
mengenai goa belanda, kami melanjutkan perjalanan menyusuri area taman hutan ir.h.juanda.
Kali ini bukan Cuma malika yang kaget, saya pun
sedikit takut bukan hanya kaget. Setelah melewati area goa belanda, kami
memperhatikan begitu banyak pepohonan tinggi yang dahannya bergoyang goyang
seakan aka nada yang menggelantungi. Oh, ternyata itu mereka, para monyet ekor
panjang yang menghuni hutan tahura ini. Malika yang bersemangat memaksa kami
mengabadikan keberadaan monyet monyet tersebut dengan kamera hp, namun tentu
saja, pergerakan monyet monyet itu jauh lebih cepat. Mereka bersembunyi karena
takut akan keberadaan manusia. Beberapa monyet berada sangat jauh, namun beberapa
sangat dekat dan kami bisa melihat dengan jelas. Ini kali pertama malika
melihat monyet di alam liar. Begitu pula saya.
Ditemani udara yang masih sejuk, monyet monyet
yang berloncatan dari satu dahan ke dahan lainnya, kami tidak sadar bahwa sudah
berjalan sejauh 3 km, dan tiba di Lalay. Kami memutuskan untuk tidak berjalan
lagi 100 km menuju curug, hanya mendengar suaranya dari atas bukit, karena
sudah cukup lelah. Sehingga kami memutuskan untuk kembali. Sebetulnya jika
memiliki stamina lebih, kita masih bisa meneruskan perjalanan. Masih ada
beberapa curug atau air terjun di depan sana, dan juga penangkaran rusa. Namun
karena Malika sudah terlalu lelah, kami memutuskan untuk kembali lagi, dan
pulang. Di perjalanan kembali ke arah awal kami datang, kami memutuskan untuk
memotong jalan memutari bukit, dengan melewati bagian dalam Goa Belanda. Jujur saya
takut. Karena kami tidak membawa senter. Dan ah.. saya takut lah. Tapi karena
mengingat malika yang kelelahan, dan malika justru tidak takut, akhirnya kami
memutuskan untuk memasuki gua belanda untuk memotong jalan.
Didalam sana udara sangat dingin dan lembab. Saya
isa merasakan angin yang ada didalam gua jauh lebih dingin daripada di hutan, areal
hutan tahura. Sepanjang jalan melewati orong utama goa belanda tersebut saya
tidak henti beristigfar dan membaca doa memohon perlindungan Allah swt karena
saya jujur ketakutan. Saya menggenggam tangan malika yang berdiri di sebelah
kanan saya dan tangan suami saya di sebelah kiri saya dengan sangat erat. Dan akhirnya
kami tiba diujung goa belanda dengan selamat dan bahagia. Saya masih ingat
perasaan mencekam yang saya rasakan didalam goa tersebut, itu disebabkan udara
dingin dan gelapnya kondisi di dalam goa. Saya gak janji mau masuk kedalamnya
lagi, karena saya adalah penakut. Habis deh saya diledekin sama malika, dia
sunggguh berani.
Lalu kami berjalan pulang menuju pintu masuk
tahura dengan kelelahan. Malika khususnya yang sudah sangat mengantuk sekaligus
kelaparan. Bekal yang kami bawa sudah habis, dan kami mempercepat langkah agar
bisa segera kembali kerumah untuk beristirahat. Pengalaman hari itu sungguh
pengalaman yang berharga bukan hanya untuk malika yang tentunya merupakan
pengalaman pertama, namun juga bagi saya, sebagai orangtua yang harus belajar
membimbing anak didalam perjalanan dalam hutan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar