Museum geologi terletak di Jl.Diponegoro No. 57
bandung. Sebenarnya bukan Cuma malika yang penasaran, kenapa sih disebut
Geologi. Cuss, langsung deh cari informasinya di internet. Nah, ini dia.. “Geologi
(berasal dari Yunani: γη- [ge-, "bumi"] dan λογος [logos,
"kata", "alasan"]) adalah Ilmu (sains) yang mempelajari
bumi, komposisinya, struktur, sifat-sifat fisik, sejarah, dan proses
pembentukannya.” Maka Museum ini kemudian disebut museum geologi karena
didalamnya terdapat ilmu pengetahuan berharga mengenai ilmu yang mempelajari
bumi dan yang berhubungan dengan unsur unsurnya. Udah ngerti belum mami sama
malika? Belum. Hihihi.. supaya ngerti akhirnya kita (saya, malika dan papinya)
meluncur menuju museum yang berdiri tegak dibawah langit biru-nya bandung pagi
itu.
Tiket di Museum geologi bandung sangatlah
MURAH. Hanya delapan ribu rupiah, untuk 2 orang dewasa dan 1 orang anak anak. Walaupun
sebelumnya saya pernah ke salah satu museum di Washington dc, dan tidak bayar,
tapi biaya tersebut cukuplah untuk pemeliharaan benda benda bersejarah di
museum tersebut.
Berdasarkan informasi yang saya dapat, Museum
ini sudah berdiri sejak 1929, dimulai dengan membangun sebuah laboratorium
geologi pada masa penjajahan belanda. Huahhh, jauh lebih tua dari usia
kemerdekaannya Negara Indonesia. Pada masa tersebut, museum geologi adalah
miliki pemerintah belanda, mereka menyadari bahwa Indonesia merupakan Negara yang
kaya akan bahan mineral, sehingga penting untuk mereka menguasainya untuk
menunjang perkembangan industry di negeri belanda. Cerita lebih lengkap bisa
dilihat di http://id.wikipedia.org/wiki/Museum_Geologi_Bandung.
Singkat cerita, Saat pendudukan Jepang, laboratorium ini berpindah ke tangan
Jepang dan setelah Indonesia merdeka di tahun 1945, barulah pengelolaan Museum
Geologi berada dibawah Pusat jawatan Tambang dan Geologi.
Nah, sedikit sejarah mengenai museum Geologi, kira kira ada apa ya didalamnya? Saat masuk kedalamnya, Kami langsung disambut oleh Fosil Gajah Purba. Atau dalam Bahasa latinnya disebut Elephas hysudrindicus (ada tulisannya hehehe), tertulis juga disana gajah purba yang tingginya hampir menyentuh langit museum ini, ditemukan di daerah Blora, Jawa Tengah. Saya yang terkesima, langsung melihat wajah malika yang jauh lebih terkesima.
Ini kali pertamanya melihat fosil purba yang sebesar dinosaurus, selain di televisi. Setelah puas berfoto dan menjelaskan kepada malika tentang gajah purba ini (dengan penjelasan alakadarnya) kami melanjutkan perjalanan kami ke ruangan lainnya
Kami memasuki ruang sayap timur, dimana di area
ini dijelaskan secara detail mengenai bumi beserta isinya dari masa ke masa. Dari
mulai 200 juta tahun silam, hingga 600 juta tahun silam. Terdapat juga gambar
gambar yang menjelaskan tentang hewan dan tumbuhan yang hidup di masa tersebut,
hingga jenis jenis batuan yang ada di masa tersebut. Malika yang (alhamdulilah)
gemar membaca, mengaku bingung dengan istilah istilah latin yang tersebar
hampir di seluruh bahan bacaan yang tertempel di dinding museum. Seperti pertanyaan
tentang, “Mi, evolusi itu apa sih?”, lalu “za..maan.. mesozoikum itu apa mi?”
atau “bedanya reptilian dan mamalia apa mi?” saya sedikit kelabakan sih, tapi
untungnya bahan bacaan disana cukup jelas sehingga (walaupun tidak menjawab
semua) saya berusaha menjawab pertanyaannya.
Di area ini, kami juga dapat melihat Sejarah
pembentukan Danau Bandung yang melegenda itu ditampilkan dalam bentuk panel,
malika kali ini sibuk menodong papinya yang lahir dan besar di bandung, dengan
pertanyaan pertanyaan seputar area area di bandung, cekungan, sungai dan hutan
yang ada dalam panel kaca tersebut, maminya sibuk foto foto hehehe. Yang bikin saya kagum (dari yang saya baca disana),
terdapat pula benda peninggalan sejarah yang terdapat di pinggiran danau danau
di bandung, yang menunjukan bahwa sekitar enam ribu tahun yang lalu, telah ada
manusia pra sejarah di bandung. Wahhhh.. *berdecak kagum sembari penasaran*
Di ruang ini juga kita bisa melihat fosil hewan
yang ada di daerah bandung yang hidup ratusan juta tahun silam, mulai dari gajah,
kura kura, kerbau, badak, ular, ikan, yang hidup di sekitar area yang ada di
panel tersebut. Dari ukurannya, kita bisa melihat bahwa, hewan hewan dijaman
pra sejarah itu berukuran raksasa, bagaimana manusia-nya ya. Nah, yang menarik,
disini juga terdapat replica fosil Tyrannosaurus Rex.
Tingginya mencapai 5 – 6 meter, hampir menyentuh langit langit museum. Walaupun hanya replika, namun t-rex ini berhasil membuat mata malika berkaca kaca, sambil bertanya “mi, nanti malam dinosaurusnya bisa gerak dan lari lari juga gak, kayak yang di film night at the museum itu?” Hahahaha, I absolutely say no to her.
Tingginya mencapai 5 – 6 meter, hampir menyentuh langit langit museum. Walaupun hanya replika, namun t-rex ini berhasil membuat mata malika berkaca kaca, sambil bertanya “mi, nanti malam dinosaurusnya bisa gerak dan lari lari juga gak, kayak yang di film night at the museum itu?” Hahahaha, I absolutely say no to her.
Di pojok ruang sayap timur ini, kita bisa melihat
fosil dan sejarah manusia purba termasuk teori evolusi Darwin. Walaupun terkenal
kontroversial karena menyebutkan bahwa nenek moyang manusia di zaman pra
sejarah adalah monyet. Namun Charles Darwin, merupakan sosok pemikir ini
berhasil mengungkap kejadian kejadian dan temuan dari zaman pra sejarah terkait
dengan bumi dan evolusi manusia. Nah, di ruangan yang satu ini, malika melihat
kumpulan fosil manusia purba atau homo erectus (ada yang familiar gak dengan
istilah istilah latin ini #ngomong sama diri sendiri, inget pelajaran SMP).
Puas berkeliling di ruang sayap timur, kami
melanjutkan wisata pengetahuan kami ke lantai 2. Kami melewatkan ruang sayap
barat sebab ada tulisan “sedang dalam perbaikan”. Saying sekali, padahal didalamnya
terdapat informasi mengenai Hipotesis terjadinya bumi di dalam sistem tata
surya, ada juga ilmu mengenai Tatanan tektonik regional yang membentuk geologi
Indonesia; serta Keadaan geologi di beberapa provinsi di Indonesia seperti sumatera,Jawa,
Sulawesi, Maluku dan Nusa Tenggara serta Irian Jaya. Yasudah, kami pasrah dan
akhirnya melanjutkan ke lantai II.
Di area lantai 2 museum geologi ini kita bisa melihat hal hal yang
sifatnya lebih familiar karena lebih sering kta lihat di televise nasional. Berbeda
dengan ulasan tentang jaman pra sejarah yang sangat sulit kita dapatkan kecuali
dengan membaca atau mendengar cerita dari nenek moyang. Di sini, kita bisa melihat informasi super
lengkap tentang manfaat dan kegunaan mineral atau yang lebih kita tahu dengan
kata “batu”. Ada juga panel gambar sebaran sumberdaya mineral di Indonesia.
Kita juga bisa melihat rekaman kegiatan
eksplorasi dan eksploitasi sumberdaya mineral, di ruangan lantai 2 ini lebih
canggiih karena sudah banyak menggunakan technology video touch screen dan
informasi yang disajikan selain berupa gambar juga berupa visual. Malika yang
masih bingung dengan istilah mineral dan bantuan, berusaha keras memahami hal
hal baru yang dia lihat di ruangan ini. Ada banyak hal yang cukup membuatnya
terkesima, salah satunya adalah ragam jenis mineral di Indonesia, dengan warna
warni yang menyenangkan mata. Lalu saya tiba tiba jadi teringat trend “batu
cincin” yang lagi marak akhir akhir ini. Hehehe…
Di akhir perjalanan kami di museum geologi,
kami disuguhkan informasi mengenai bahaya geologi seperti tanah longsor, gempa
bumi, tsunami dan letusan gunung api. Malika menjadi terbuka matanya bahwa
mengapa penting, perjalanan kami ke hutan juanda dan area taman taman di hari
hari sebelumnya untuk terus kita jaga dan pelihara, agar bumi dan alam semesta dapat
menjadi tempat yang nyaman bagi kita semua (mahluk hidup; hewan, tumbuhan,
manusia) untuk tinggal bersama.
Ternyata malika belum lelah setelah seharian “belajar”
mengenai bumi dan isinya. Sehingga kami menutup hari ini dengan mengunjungi Hutan
Kota Babakan Siliwangi. Dengan tujuan melengkapi pengetahuan yang didapatnya
hari ini di museum geologi. Dan dengan semangat membara, malika tersenyum lebar
dan bertanya “memangnya ada hutan di tengah kota?”
Nah, ini juga merupakan kunjungan pertama saya
ke baksil. Sebutan untuk hutan babakan siliwangi. Lokasinya dekat sekali dengan
dekat Café Halaman, dekat juga dengan Sasana Budaya Ganesha, dekat dengan ITB
dan kebon binatang kota bandung. Tidak sulit mencarinya. Baksil merupakan ruang
terbuka hijau di kota bandung selain taman taman yang kini (berkat kang emil)
menjadi alternative libura anak anak, tidak ke mall.
Setibanya di baksil saya sangat menyesal karena
hari itu mengenakan celana pendek. Sudah kebayang deh, serbuan nyamuk saat
berjalan jalan di dalam baksil. Namun malika yang mengenakan celana panjang
lengkap dengan jaket, topi, kaos kaki dan sepatu kets, asik berjalan melenggang
kangkung bersama sang ayah. Di area ini memang hanya berupa hutan, tidak ada
khusus seperti taman hutan ir.h.juanda yang memiliki situs sejarah. Namun disini,
malika merasakan bahwa, salah satu komponen penting dalam hidup adalah berdamai
dengan alam semesta. Caranya dengan tidak membuang sampah sembarangan,
menggunakan air dengan bijak, tidak menebang pepohonan, dan memelihara alam
dengan sebaik mungkin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar