Ini refleksi dari jalan yang tak pernah
kupilih,
jawaban atas sebagian teka teki dan misteri takdir
pelipur segala
gelisah dan keraguan.
Ini juga pesan untuk para petarung, para ksatria, para
panglima,
para pengabdi negeri berjuluk jamrud khatulistiwa,
yang telah terlalu
lama terus dijarah dan dimiskinkan.
Langitlah yang memilih jalan untuk kita,
bukan karena kita berbeda, tapi karena kita dipilih.
Arahkan kemana saja
langkahmu,
niscaya kita akan kembali ke jalan yang sama.
Upayakanlah apa saja
untuk pergi menjauh dan pusaran takdir akan menarikmu kembali.
Hingga di ujung
pencarian kita, hanya ada satu jalan membentang,
penuh aral, kerikil, bebatuan,
onak dan duri.
Kita tahu lelah dan sepi akan meraja di sepanjang jalan itu.
Tidak perlu bersedih atau takut.
Itulah jalan kita dan langit yang memilihnya.
Sekali lagi, bukan karena kita berbeda, tapi karena kita dipilih.
Pernahkah kita bertemu dan bercengkerama
dengan jiwa-jiwa suci di mimpi dan sadar kita?
Pernahkan kita mendengar sungai,
laut, awan, mentari,
gunung, hutan belantara, angin, batu dan daun
memanggil
jiwa jiwa kita dengan bahasa yang sama?
Pernahkah kita kehilangan seluruh
indera kita
dan seluruh alam berhenti lalu kemudian kita mulai mendengar,
melihat, mencium dan mengecap dengan indera jiwa-jiwa kita?
Pernahkah kita
menemukan kita sanggup melakukan suatu hal
yang kita tidak pernah
memikirkannya?
Pernahkah langit menenangkan jiwa jiwa kita dengan semburat
kuning yang begitu megah?
Pernahkah kita memahami seluruh alam terhubung dan
mendengarkan?
Pernahkan kita merasa begitu ringan dan menyadari potensi-potensi
kita yang tak berbatas?
Dan itulah jalan kita, jalan yang tak pernah kita pilih.
Bukan karena kita berbeda, tapi karena kita di pilih.
O, jiwa jiwa yang dekat, aku menunggu.
Disatu titik waktu singgah kita yang begitu singkat.
48M 454799.51m E_9346265.93m S _23072008_02:48
West Indonesia
terhanyut banget baca puisi ini, :(
BalasHapus