15
tahun yang lalu, aku sibuk merengek pada mama untuk segera pergi ke
Matahari. Sambil menghayalkan baju dan sepatu baru. Lalu bersama kakak
laki-lakiku, kami bertiga naik Patas AC segera menuju Matahari. Membeli
baju, celana dan sepatu baru. Tak jarang kami suka minta bonus dibelikan
mainan. Aku biasa minta Barbie dan mas-ku biasanya akan membeli action
figure, tergantung moodnya. Hari itu biasa kami akhiri dengan makan di
restoran. Kadang fast food, kadang Bakmie Gang Kelinci atau Es Teller
77. Selalu.
15 tahun yang lalu, aku selalu menyiapkan pakaian
terbaikku. Serta dompet dengan kapasitas besar. Agar muat banyak uang di
dalamnya. Tampil cantik agar orang memuji dan memberikan beberapa
lembar uangnya untukku. Bukan diajari mama. Tapi dibentuk oleh keadaan
dan kebiasaan. Kebiasaan menggunakan baju baru dan menerima uang
dikala hari raya. Katanya, sebagai hadiah, karena telah berpuasa selama
1 bulan penuh. Menahan haus dan lapar. Dan menjadi anak yang baik.
Tahun ini.. Setelah 15 tahun berlalu. Setelah lulus sekolah. Setelah menikah. Setelah memiliki 1 orang anak perempuan cantik yang berusia 5,5 tahun dan setelah abet pergi. Aku tidak lagi menghadiahi diriku baju baru. Tidak menyediakan dompet dengan kapasitas besar. kini sudah 25 tahun usiaku. Dengan putri kecil di sisiku. Membelikannya baju baru, bukan kebiasaanku di hari raya. Aku membelikannya pakaian baru kapanpun. Setiap aku menemukan baju yg menarik. Setiap aku melihat ada beberapa pakaiannya yang mulai kesempitan. Mamaku juga dulu begitu. Jadi dia punya banyak baju bagus selama hari raya. Tidak baru, tapi masih layak.
Sekarang. Uang yang kumiliki di dompetku yang tidak begitu besar namun sudah aga jebol di beberapa bagian, lebih dari yang kudapat 15 tahun yang lalu. Bukan lagi pemberian paman, tante atau tetangga.. Namun hasil jerih payahku. Dan tidak kusimpan di dompet, melainkan menyimpan di bank dan hanya menenteng beberapa kartu saja. Uang ini untuk apa? Untuk siapa? Sementara ini, semua rejeki dan jerih payahku untuk malika.
Ada hal yang cukup menyentuh malam ini. 15 tahun lalu, mama sudah siap mengajak kami berbelanja beraneka macam kebutuhan menjelang hari raya. Beraneka ragam kue dan camilan untuk menyambut tamu. Membeli beberapa kilo daging dan santan serta bumbu dapur untuk masak hidangan hari raya. Semua sudah di siapkannya di 10 hari menjelang lebaran.
Tahun ini.. Setelah 15 tahun berlalu. Setelah lulus sekolah. Setelah menikah. Setelah memiliki 1 orang anak perempuan cantik yang berusia 5,5 tahun dan setelah abet pergi. Aku tidak lagi menghadiahi diriku baju baru. Tidak menyediakan dompet dengan kapasitas besar. kini sudah 25 tahun usiaku. Dengan putri kecil di sisiku. Membelikannya baju baru, bukan kebiasaanku di hari raya. Aku membelikannya pakaian baru kapanpun. Setiap aku menemukan baju yg menarik. Setiap aku melihat ada beberapa pakaiannya yang mulai kesempitan. Mamaku juga dulu begitu. Jadi dia punya banyak baju bagus selama hari raya. Tidak baru, tapi masih layak.
Sekarang. Uang yang kumiliki di dompetku yang tidak begitu besar namun sudah aga jebol di beberapa bagian, lebih dari yang kudapat 15 tahun yang lalu. Bukan lagi pemberian paman, tante atau tetangga.. Namun hasil jerih payahku. Dan tidak kusimpan di dompet, melainkan menyimpan di bank dan hanya menenteng beberapa kartu saja. Uang ini untuk apa? Untuk siapa? Sementara ini, semua rejeki dan jerih payahku untuk malika.
Ada hal yang cukup menyentuh malam ini. 15 tahun lalu, mama sudah siap mengajak kami berbelanja beraneka macam kebutuhan menjelang hari raya. Beraneka ragam kue dan camilan untuk menyambut tamu. Membeli beberapa kilo daging dan santan serta bumbu dapur untuk masak hidangan hari raya. Semua sudah di siapkannya di 10 hari menjelang lebaran.
Hari ini. Semua itu belum ada.
Aku menyadari. Kini tanggung jawabkulah untuk bertanya pada mama. Kebutuhan apa yang dia perlukan menjelang hari raya. Karena mama tidak akan meminta. Dia akan berusaha mencari pinjaman sana sini. Atau berusaha membantu temannya menjual kue lebaran dan mendapat untung yang tidak seberapa. Kuberanikan diri malam ini bertanya. Mama mau masak apa buat lebaran? Belanja-nya hari sabtu yuk, sekalian ajak malika. Perlu apa aja.. Mama pesan kue lebaran sama tante itu mah, yang mama bilang. Supaya ada camilan kalau ada tamu silaturahmi datang kerumah. Mama menjawab iya. Lalu aku menangis. Tidak di depannya. Tapi di dalam hati.
Hari raya ini Aku menghadiahi diriku cinta kasih untuk mama. Bukan baju baru. Bukan THR. Tapi keberanian untuk menjalin komunikasi yang lebih baik dengannya. Bertanya padanya apa yang dia butuhkan. Apa yang dia rasakan. Bercerita padanya apa yang aku lakukan atau apa yang ingin kurencanakan. Tahun ini. Aku memiliki tanggung jawab besar. Sebagai anak tertua dirumah, karena masku sedang bekerja di dubai. Sebagai ibu dari malika. Aku harus memperbaiki diriku. Menjadi lebih baik. Bukan lagi baju baru yang menghiasi tubuhku. Namun selendang kasih sayang berwarna pelangi buat mama.mungkin aku ga benar benar bisa ngungkapin ini sama mama. jadi tulisan ini mewakili semuanya.
*gambar yang atas dari google dan yang bawah ini koleksi pribadi
jadi anak tertua itu punya tugas berat...
BalasHapussaya kadang merasa seperti itu,, #curhat
15 tahun kemarin, sekarang dan 15 tahun yang akan dtng selalu punya cerita yg bisa kita jadikan pelajaran.
Kisah yang menyentuh,, :')
BalasHapusSemoga mbak bisa selalu menjadi selendang kasih sayang untuk ibu mbak dan malika..
Salam kenal mbak,, selamat berpuasa :)
kasih sayang ibu itu luar biasa.
BalasHapusmenunjukan kasih sayang bukan lah dari materi.
ada yang lebih hebat dari sekedar itu semua..
senang juga mengenal kalian semua..